Aung San Suu Kyi Digugat Koalisi Masyarakat Sipil Dunia atas Rohingya

Massa membakar poster Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

VIVA – Sebelum menjadi pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi menghabiskan waktu menjadi tahanan rumah selama 15 tahun di bawah pemerintahan Junta Militer. Namun kini, peraih Nobel Perdamaian itu dianggap abai terhadap penderitaan dan dugaan genosida terhadap Rohingya Myanmar setelah dia berada di kekuasaan. Rohingya terusir yang kemudian mengungsi keluar dari negara itu.

Dikutip dari laman Al Jazeera, akibat pembiaran dan ketidakpedulian Aung San Suu Kyi yang kini berada di kekuasaan tersebut, gugatan hukum kemudian diajukan kepada mantan pejuang HAM dan demokrasi tersebut.

Gugatan hukum dilayangkan di Argentina pada Rabu, 14 November 2019 dalam rangka melawan kampanye genosida yang dilakukan terhadap minoritas Rohingya dan melawan pembunuhan massal yang dilakukan militer sejak Agustus 2017.

Suu Kyi digugat karena dianggap tidak mempedulikan pemusnahan Rohingya dan cenderung mengabaikan tak adanya akses pendidikan dan kesehatan terhadap minoritas tersebut.

"Untuk menghentikan rantai kekerasan ini, sangat penting bahwa setiap pihak yang bertanggung jawab atas genosida baik militer maupun tidak mendapatkan keadilan," kata Direktur Organisasi Rohingya Birma London (BROUK) saat memasukkan gugatan ke Pengadilan Federal Buenos Aires, Argentina.

Fokus menyuarakan hukum dan keadilan atas hal yang dialami Rohingya difokuskan pada menyeret pihak yang bertanggung jawab khususnya para jenderal tinggi yang memulai pembantaian terhadap Rohingya di Rakhine termasuk Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing.

Pelapor yakin bahwa memang Aung San Suu Kyi tak punya kuasa penuh untuk menghentikannya. Namun kuasa kecil yang dimilikinya dianggap malah cenderung menghimpit Rohingya.

"Bagaimanapun tindakan mengarah genosida tidak akan bisa lancar dan meluas tanpa adanya koordinasi maupun dukungan dari otoritas sipil setempat," dituliskan dalam gugatan publik BROUK itu.