IOD Hindia, Gejala Cuaca Bikin Dunia Kekeringan termasuk Indonesia

Dehydration and heat are the biggest risks in the outback - Getty Images
Sumber :
  • bbc

Hujan deras yang melanda pantai Afrika Timur membuat puluhan ribu orang di Somalia harus mengungsi, menenggelamkan sejumlah kota di Sudan Selatan dan menyebabkan banjir bandang dan longsor sehingga menewaskan lebih 250 orang di Ethiopia, Kenya dan Tanzania serta negara-negara tetangganya.

Daerah ini sebenarnya sudah terbiasa mengalami hujan deras tetapi para ilmuwan mengatakan pada tahun 2019, keadaan diperparah gejala metereologis Indian Ocean Dipole (IOD) atau Dipole Samudera Hindia.

Gejala yang sama, menurut beberapa akademisi, akan menurunkan curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat. Berikut ini adalah sejumlah hal yang perlu diketahui tentang Dipole Samudra Hindia.

1. Apakah yang dimaksud dengan Dipole Samudra Hindia ?


- BBC

IOD adalah gejala metereologi yang dapat mengubah pola curah hujan di negara-negara Samudra Hindia dekat ekuator, dari Afrika Timur sampai Indonesia, dan mempengaruhi cuaca sampai ke Australia.

IOD positif adalah keadaan ketika laut di bagian barat Samudra Hindia, yaitu di lepas pantai Afrika Timur, menjadi lebih hangat dari pada normal sehingga meningkatkan penguapan dan curah hujan.

Andrew Turner, pengajar sistem musim hujan di University of Reading, Inggris mengatakan kepada BBC.

"Ketika peristiwa Dipole Samudra Hindia terjadi, curah hujan cenderung bergerak bersama-sama dengan air yang hangat, sehingga Anda mengalami curah hujan di atas normal di negara-negara Afrika Timur."

"Sementara itu di bagian timur Samudra Hindia, suhu permukaan laut akan menjadi lebih dingin dari pada normal dan daerah tersebut akan mengalami penurunan curah hujan."

Dipole Samudra Hindia bisa dibandingkan dengan gejala El Nino di Samudra Pasifik - karena itulah kadang-kadang dinamakan Nino Hindia - tetapi dalam skala yang lebih kecil.

2. Dipole Samudra Hindia cukup kuat pada tahun 2019


PBB memperingatkan akan terjadinya keadaan darurat setelah banjir di Sudan Selatan. - Getty Images

Tahun ini terjadi IOD positif paling kuat dalam 60 tahun terakhir. Ketika tahap negatif terjadi, air menjadi lebih dingin dari biasanya di pantai bagian timur Afrika dan lebih hangat dari pada keadaan normal di sekitar Indonesia.

Daerah West Pokot, Kenya harus berjuang keras setelah dilanda tanah longsor dan banjir yang menghanyutkan ratusan rumah. Jumlah korban meninggal meningkat menjadi lebih dari 50 orang.

Menurut International Rescue Committee (IRC) atau Komite Penyelamatan Internasional, banjir memaksa lebih 600.000 orang di Sudan Selatan meninggalkan rumah mereka. Di Somalia, 273.000 orang harus mengungsi.

Sementara itu Australia bersiap-siap untuk kembali menghadapi kekeringan dan kebakaran semak saat musim panas dari Desember sampai Februari.

Tetapi cuaca panas juga menyebabkan terjadinya musim kebakaran semak yang lebih dini, di mana empat orang telah meninggal dunia dan lebih 500 rumah rusak.

"Penyebab utama keadaan kami saat ini yang diperkirakan akan berlanjut adalah salah satu kejadian Samudra Hindia terkuat dalam catatan," kata Andrew Watkins, pimpinan peramal jangka panjang Australian Bureau of Meteorology.

Tetapi gejala ini membantu menghapus kekhawatiran akan kekeringan di India, karena IOD meningkatkan curah hujan pada musim hujan di sejumlah daerah negara itu.

3. Pemanasan global akan meningkatkan kejadian Dipole Samudra Hindia


Cuaca panas di Australia mempercepat terjadinya kebakaran semak tahun ini. - AFP

Dr Turner mengatakan iklim ekstrem dan keadaan cuaca yang disebabkan IOD diperkirakan akan semakin umum terjadi karena peningkatan emisi gas rumah kaca.

Lewat kajian tahun 2014 yang diterbitkan di Nature, para ilmuwan di Australia, India, China dan Japan membuat model pengaruh CO2 dan IOD ekstrem seperti yang terjadi di tahun 1961, 1994 dan 1997.

Dengan asumsi bahwa emisi terus meningkat, mereka memperkirakan frekuensi kejadian IOD positif akan meningkat dari satu kali setiap 17,3 tahun menjadi satu kejadian setiap 6,3 tahun di abad ini.

"Negara-negara di bagian barat Samudra Hindia, di pantai Afrika, akan lebih sering mengalami banjir dan curah hujan yang tinggi. Akan terjadi pengaruh yang lebih buruk pada tanaman pangan dan infrastruktur," kata Turner.

Di pihak lain di bagian timur Samudra Hindia, kepulauan di bagian barat Indonesia akan lebih sering mengalami kekeringan dan penurunan curah hujan di masa depan.