Siksa Guru yang Tengah Ditahan Hingga Tewas, 29 Intel Dihukum Mati

Massa pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung pengadilan di Omdurman, kota kembar ibu kota Khartoum, untuk mendengar vonis terhadap para pelaku. - EPA
Sumber :
  • bbc

Pengadilan Sudan menghukum mati 29 orang anggota intelijen setelah menyiksa dan membunuh seorang guru.

Ahmad al-Khair, 36, tewas dalam penahanan bulan Februari lalu. Ia ditangkap karena ikut serta dalam aksi unjuk rasa menentang pemerintahan Presiden Omar al-Bashir.

Ini adalah hukuman pertama yang dijatuhkan atas tindakan kekerasan terhadap aktivis pro-demokrasi pada bulan-bulan sebelum Bashir digulingkan pada bulan April.

Jaksa mengatakan hukuman mati adalah hukuman yang adil.

Setelah vonis dibacakan, hakim bertanya kepada saudara Al-Khair, Sa`d, apakah dirinya ingin ke-29 orang itu diampuni - ia mengatakan dirinya ingin semua pelaku diekskusi.

Seorang pengacara pembela menyatakan dirinya akan mengajukan banding.

Sidang mengungkap bahwa Ahmad Al-Khair dipukuli dan disiksa sampai mati oleh para petugas di pusat penahanan di negara bagian Kassala di timur Sudan.

Di bawah pemerintahan mantan Presiden Bashir dulu, Sudan memberlakukan hukuman mati, di mana dua orang dieksekusi pada tahun 2018.

Kasus Ahmad Al-Khair menarik perhatian khalayak luas di Sudan. Pembunuhannya memancing aksi protes yang lebih besar menentang kepemimpinan Bashir.

Massa pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung pengadilan di Omdurman, kota kembar ibu kota Khartoum, untuk mendengar vonis terhadap para pelaku.


Kematian sang guru membangkitkan aksi unjuk rasa untuk menuntut perubahan - EPA

Setidaknya 170 orang tewas selama terjadinya aksi kekerasan terhadap peserta unjuk rasa yang berlangsung berbulan-bulan. Bashir pada akhirnya digulingkan oleh pihak militer, 30 tahun setelah ia merebut kekuasaan lewat kudeta.

Awal bulan Desember, ia dijatuhi hukuman dua tahun penjara atas kasus korupsi. Pengadilan memutuskan bahwa ia harus menjalani hukuman di fasilitas pemasyarakatan, karena ia terlalu tua untuk dipenjara.

Kasus korupsi itu terkait pembayaran uang tunai sejumlah AS$25 juta (Rp347 miliar) yang ia terima dari Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman.

Bashir juga menghadapi dakwaan lainnya - beberapa di antaranya terkait kudeta tahun 1989 yang membuatnya duduk di kursi penguasa Sudan, beserta kasus genosida dan pembunuhan massa pengunjuk rasa.

Bashir mengklaim bahwa uang yang diterimanya merupakan bagian dari hubungan strategis Sudan dengan Arab Saudi, dan "tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, namun bentuk sebagai donasi".