Sri Mulyani: Penundaan Pungutan Pajak Tunggu Keputusan Menko Airlangga

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVAnews.com

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim, telah hampir merampungkan pembasahan teknis untuk menggelontorkan insentif fiskal. Diketahui, insentif fiskal itu berupa keringanan pajak dalam menghadapi dampak negatif wabah virus Corona (Covid-19).

Sri mengatakan, pembahasan teknis itu sudah mencapai 95 persen, berupa mekanisme untuk penundaan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 22, Pasal 25 hingga restitusi dipercepat.

Seluruhnya, kata dia, disiapkan guna memberikan ruang bagi kas perusahaan untuk tetap bisa bergerak di tengah tekanan ekonomi global dan nasional.

"Kami sudah siapkan mekanismenya, sudah kita hitung kalau beri berapa bulan bagaimana, dan scope-nya, berapa saja dan sektor yang di target apa saja, sudah kita kalkulasi jadi pembahasan teknis di Kementerian Keuangan sudah 95 persen selesai," ungkap dia di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020.

Dia mengatakan, sisa lima persennya terkait persoalan yang lebih luas, yakni penetapan sektor usaha mana saja yang bisa disentuh oleh kebijakan relaksasi pajak tersebut hingga ketetapan kebijakan itu sudah bisa mulai diimplementasikan. Penetapan itu nantinya akan diputuskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato. 

"Untuk payroll tax, Pasal 21, karyawan, kita sedang hitung, consider. Nanti yang ditetapkan dengan Kemenko Perekonomian adalah berapa lama dan untuk sektor mana saja, itu harus ditetapkan. Kalau dari instrumen sudah siap," tegasnya.

Menurut Sri, kebijakan ini pada dasarnya serupa saat pemerintah menghadapi krisis ekonomi dan keuangan pada 2008-2009. Oleh karena itu persiapan secara teknis untuk digunakan tidak akan membutuhkan waktu yang lama namun timing untuk menetapkannya memang membutuhkan waktu karena juga harus sepengetahuan Presiden Joko Widodo. 

"Untuk kebijakan fiskal kita akan lakukan seluruh pilihan policy yang pernah kita lakukan seperti 2008 dan 2009. Semua piliha policy kita buka meski sumbernya beda, Corona virus tapi dampaknya mirip ke dimanika ekonomi keuangan kita," papar Sri.