Wabah Corona: Mahasiswa Indonesia di Australia Terpaksa Kuliah Online

Sumber :

Beberapa hari setelah status darurat diberlakukan di negara bagian Victoria, sejumlah universitas besar di Melbourne telah mengubah metode pembelajaran dari tatap muka menjadi online.

Mahasiswa internasional: 

  • Sejumlah universitas ternama di Melbourne telah mengganti sistem belajarnya menjadi online
  • Mahasiswa asal Indonesia berharap kelas onlibe bisa efektif
  • Beberapa sekolah kejuruan belum meliburkan mahasiswa, karena membutuhkan praktik

Melalui surat elektronik yang dikirim awal pekan ini (16/03), University of Melbourne mengumumkan telah membuat perubahan penting dalam sistem pengajaran mata kuliah bagi siswa.

"Terhitung Selasa, 17 Maret, kami akan menghentikan lecture [atau kuliah] dengan kapasitas 500 orang. Pengajaran akan disampaikan melalui jalur teknologi."

Peraturan ini juga diberlakukan untuk "tutorial" atau kelas yang jumlah pesertanya lebih sedikit, menurut informasi di surat elektronik kepada staf dan siswa University of Melbourne.

"Untuk mendukung upaya universitas dalam mengurangi kemungkinan menjangkitnya COVID-19, kami memindahkan pengajaran kelompok kecil, termasuk tutorial dengan jumlah siswa di atas 25 orang ke jalur online terhitung 23 Maret."

Salah satu mahasiswa Indonesia di University of Melbourne, Reva Feriando, yang akrab disapa Ando, mengaku merasa lega dengan keputusan yang diambil kampusnya.

Ando melihat kelas online sebagai solusi tepat di saat Australia sedang berupaya melawan penyebaran virus corona.

Koleksi pribadi

"Misalnya saya mengambil tiga pelajaran, dua darinya sudah tidak mengharuskan saya untuk datang ke kelas "tutorial" untuk minggu ini saja, karena minggu depan sudah online," kata mahasiswa S1 ini.

"Lega karena dari kemarin mendengar universitas lain sudah full online, namun kami [di University of Melbourne] belum," ujar Ando yang merasa lebih aman.

"Dan kami bisa social distancing [atau menjaga jarak sosial] dengan maksimal sekarang."

"Sedih", tapi bisa dipahami

Namun ada pula sejumlah mahasiswa internasional yang mengaku merasa kecewa.

Sebelumnya mereka sudah menanti-nantikan keseruan menjadi mahasiswa di Australia yang tidak bisa dialami di negara asalnya.

Seperti fasilitas dan teknologi kampus, perpustakaan, atau bahkan berkenalan dengan teman-teman baru dari berbagai negara.

Sari Trisnaningsih, mahasiswi S2 di Monash University, melihat semakin terbatasnya ruang gerak sebagai mahasiswa internasional sejak Australia mulai menangani kasus COVID-19.

Sari Triningsih merasa kebijakan kuliah 'online' adalah tepat, meski harus melewatkan kesempatan beraktivitas di kampus.

Koleksi pribadi

Sejak kemarin (17/03), Monash University menghentikan aktivitas belajar mengajar di kampus, termasuk praktek di laboratorium, studio ataupun ruang kelas biasa.

Efektif minggu depan, kegiatan belajar selain praktik akan dilangsungkan secara "online".

Tapi Sari mengaku bisa mengerti jika kebijakan yang diambil oleh universitasnya adalah hal yang terbaik untuk semua pihak.

"Kalau sebagai siswa internasional, apalagi di luar negeri, pastinya kita punya ekspektasi masing-masing soal kuliah kita," ujarnya kepada Natasya Salim dari ABC News.

"Saya pribadi, sedih sekali melihat kondisi ini. Tidak bisa ke kelas, tidak bisa ikut kegiatan, dan banyak juga program yang dibatalkan," katanya.

Sari yang sedang mengambil program S2 di bidang pendidikan ini mengatakan tidak merasa terganggu dengan kebijakan kelas "online" yang diterapkan di universitasnya.

"Karena dari awal memang saya kuliah di Fakultas Pendidikan, yang biasanya sudah fleksibel antara kelas "online" atau "face to face" [atau tatap muka], jadi keputusan semua kelas "online" tidak begitu signifikan dampaknya," katanya.

"Tapi bagi teman-teman saya yang mayoritas kelasnya adalah tatap muka, mereka paling merasakan efeknya. Tapi lagi-lagi, menurut saya ini [langkah] yang terbaik untuk kondisi sekarang ini."

Ando yang sedang mengambil jurusan Politik dan Studi Internasional di tahun keduanya juga mengakui merasakan hal yang sama.

"Dari dulu kalau di faculty of arts, lecture memang [berbasis] online. Jadi untuk kami biasa saja. Sedangkan untuk siswa bidang Sains atau Commerce yang lebih aktif di lecturing mungkin iya."

Masih datang ke kampus Nathania Chandra berharap agar aktivitas di kampusnya dikurangi, melihat meningkatnya penyebaran virus corona di Victoria.

Koleksi pribadi

Di saat mahasiswa di University of Melbourne dan Monash University sedang menyesuaikan diri dengan metode kelas "online", Nathania Chandra yang sedang mengambil ilmu "Pattiserie" atau membuat kue di William Angliss Institute justru tetap masuk kelas seperti biasa.

Kepada ABC Indonesia, ia mengatakan belum menerima informasi kebijakan institut pendidikannya terkait antisipasi terhadap virus corona.

"Guru-guru belum mengumumkan apapun dan terakhir kami menerima informasi baru adalah tanggal 11 Maret, di mana kami diberi nomor hotline COVID-19 dan apa yang dilakukan kalau merasakan gejala," kata Nathania.

"Saya juga bingung, tapi [mungkin] karena sulit juga sih, karena kami tidak mungkin online class, karena kami belajarnya harus melalui praktik."

Menurut pengamatannya, bukan hanya dirinya tapi sejumlah pelajar di sekolah kejuruan tersebut pun merasa bingung, karena belum menerima informasi terkait aktivitas belajar mengajar saat Australia sedang mencoba mengurangi penyebaran virus corona.

"Mereka juga bingung mau sekolah atau tidak, karena takut kalau tidak masuk sekolah dan kita belum lockdown, akan ketinggalan bahan praktik," ujarnya.

"Karena setiap minggu kita selalu membuat sesuatu yang baru,"katanya.

Harapan pelajar Indonesia di Melbourne

Melihat jumlah kasus COVID-19 yang terus bertambah di Victoria, Nathania berharap agar William Angliss Institute dapat segera mengambil langkah demi keselamatan para siswa.

"[Saya] setuju bila harus diliburkan, karena penyebaran virus corona ini lumayan cepat dan angka kasus COVID-19 di Victoria semakin meningkat."

Sementara bagi yang sudah melakukan kuliah dan kegiatan belajar lewat online, seperti Ando, berharap agar metode ini tetap dapat mengakomodir para siswa layaknya metode belajar tatap muka.

"Harapan kami semua pembelajaran masih bisa berjalan dengan lancar dan maksimal walaupun online," kata Ando, yang juga adalah ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) University of Melbourne.

Dan bagi Sari, seperti kebanyakan mahasiswa internasional lainnya di Australia, berharap aktivitas di kampus bisa segera pulih.

"Semoga cepat berlalu dan agar vaksin atau obat segera ditemukan, agar kondisi kembali ke sedia kala," kata dia.

"Karena saya pribadi sedih sudah sekolah jauh-jauh, dan ketika sampai di sini harus belajar secara online. Ingin kembali merasakan kondisi kampus seperti dulu."