Anak Muda Australia Rasakan Manfaat Belajar Bahasa Indonesia

Sam dan tim footy Krakatoas Football Club dengan anggota dari AIYA Victoria yang banyak menggelar kegiatan bahasa dan budaya Indonesia.
Sumber :
  • abc

Sejumlah warga Australia yang sudah belajar bahasa dan budaya Indonesia merasakan manfaat dan pentingnya belajar Bahasa Indonesia.

Seperti yang dirasakan Edwin Jurriens, dosen senior Bahasa Indonesia di University of Melbourne, yang sudah mengajarkan bahasa dan budaya Indonesia di perguruan tinggi Australia sejak 16 tahun yang lalu.

Edwin menilai pengetahuan bahasa dan kebudayaan secara umum sangatlah penting dimiliki oleh setiap orang.

Namun, menurut pria yang pernah kuliah di Institut Seni Yogyakarta (ISI) tahun 1994, Bahasa Indonesia memiliki daya tarik tersendiri.


Edwin yang fasih berbahasa Indonesia mengatakan bahasa Indonesia memiliki daya tarik tersendiri (Koleksi pribadi)

"Menurut saya, untuk menjadi warga global, kosmopolitan, memang Bahasa Indonesia adalah pilihan yang bagus karena negaranya sangat menarik, hidup, dan budayanya sangat beragam," katanya.

Apalagi, Edwin melihat warga Indonesia cenderung ramah dan sangat terbuka dalam menerima warga asing yang ingin mempelajari bahasa mereka.

"Orang Indonesia pada umumnya sangat terbuka, ramah, dan sangat menerima orang dari luar. Sebagai orang asing, yang menarik buat saya sendiri bahwa cerita [di Indonesia] juga sangat kaya," katanya.

Edwin mengatakan hal ini saat ABC Indonesia menggelar Ngobrol Bareng ABC Indonesia soal kenapa orang Australia perlu belajar Bahasa Indonesia, Jumat lalu (25/06).

>

Kirrilly McKenzie, seorang guru Bahasa Indonesia di Eltham High School, Victoria, Australia, juga merasakan pentingnya mempelajari bahasa dari salah satu negara terdekat dengan Australia.

"Pendapat saya Bahasa Indonesia adalah bahasa asing yang terpenting untuk warga Australia, [khususnya] pelajar… untuk memperbaiki hubungan Australia dan Indonesia, kami harus belajar bahasanya," kata Kirrilly lulusan ilmu studi soal Keamanan Negara Australia.

"Kalau kami tidak mengerti bahasanya, hubungan kedua negara ini tidak akan berhasil. Kami tidak bisa kerja sama di [bidang] lingkungan, militer dengan polisi, proyek transportasi, dan lain-lain."

"Salah membedakan "bintang" dan "binatang"


Kirrilly mengatakan mengajarkan bahasa Indonesia harus mengedepankan aspek yang lebih modern. (Koleksi pribadi)

Kirrilly sudah bisa dikatakan fasih berbahasa Indonesia dan itu tidak terlepas dari pengalaman unik yang dialaminya ketika ia tinggal di Indonesia, tujuh tahun yang lalu.

Salah satunya adalah ketika temannya mengucapkan kata dalam Bahasa Indonesia yang salah kepada seorang sopir taksi saat berada di kota Salatiga, provinsi Jawa Tengah.

"Jadi teman saya di taksi di Salatiga, ingin berkata "saya akan bayar, saya akan bayar", tetapi dia berkata "saya bahaya, saya bahaya"," ungkap Kirrilly sambil tertawa.

"Dan dia adalah perempuan kecil dari Australia dan sopirnya sangat bingung dengan bahasanya, tetapi itu adalah pengalaman di Indonesia yang sangat berkesan."

Pengalaman salah mengucapkan kata dalam bahasa Indonesia juga pernah dialami Edwin, yang sebelum tinggal di Indonesia, hanya mengenal bahasa Indonesia dari kelas bahasa di Belanda.

Saat itu, ia juga belum pernah berinteraksi secara langsung dengan warga Indonesia.

"Jadi waktu itu mulai pertama kali ke Indonesia ada program pertukaran dengan Universitas Andalas di Padang pada tahun 1992 bersama mahasiswa lain," kata Edwin.

"Dan salah satu kesalahan yang saya ingat dari dulu adalah "bintang" dan "binatang". Jadi waktu mengobrol dengan orang di sana, mungkin konteksnya tentang musik atau film, tapi mungkin ucapan saya adalah "binatang musik" atau "binatang film"."


Sam Shlansky pernah ke Indonesia mengikuti program pertukaran pemuda Australia Indonesia dan mendapatkan pengalaman yang menurutnya seru. (Koleksi pribadi)

Pengalaman unik juga dialami Sam Shlansky, warga Australia, yang belajar bahasa Indonesia dan pernah ke Indonesia.

Sam yang juga aktif dengan organisasi Australia Indonesia Youth Association (AIYA) Victoria atau perkumpulan anak muda Indonesia dan Australia pernah disangka seorang guru saat ia ke Indonesia.

"Ada satu kali saya menjelaskan karir saya di Australia dalam acara pertukaran pemuda Indonesia-Australia dengan Kemenpora. Dan ada yang bertanya "Anda siapa?" dan saya bilang saya adalah facilitator," kata Sam.

"Mereka tidak mengerti apa itu facilitator karena tidak bisa menerjemahkannya dengan lancar, akhirnya saya bilang saya guru. Jadi mereka kira saya guru resmi … dan beberapa guru mau diskusi dengan saya terkait kurikulum."

Walaupun sempat mengalami tantangan ketika belajar Bahasa Indonesia, Sam yang saat ini menjabat sebagai CEO dari Marco Polo Project dan bekerjasama dengan komunitas multikultural di Victoria, menekankan pentingnya kemampuan berbahasa lain, selain Bahasa Inggris.

"Kenapa enggak? … Saya kira mungkin bahasa kedua itu yang paling penting … dari sudut pandang pribadi, lebih benar kalau kita bisa berhubungan dengan budaya dari bahasa kedua."

Usaha mempromosikan sisi kontemporer Indonesia


Kirrily saat berada di sekolah di Canberra yang memiliki kelas bahasa Indonesia. (Koleksi pribadi)

Menurut Kirrilly di zaman media sosial seperti sekarang ini, pendekatan mengajar Bahasa Indonesia harus mengedepankan aspek modern ketimbang pendekatan tradisional yang pada umumnya digunakan.

"Terkadang kita terperangkap dalam aspek tradisional Indonesia, misalnya mengajarkan tentang gamelan, batik, atau angklung, yang menurut saya juga keren dari Indonesia. Namun, ini terlalu sempit."

Hal senada pun disampaikan oleh Profesor Studi Asia Tenggara, David Hill, yang mengatakan seharusnya budaya dan bahasa Indonesia lebih dikedepankan dengan budaya-budaya anak muda agar menarik minat di Australia.

"Jadi, saya pikir tidak ada gunanya kalau misalnya Pemerintah Indonesia mengirim gamelan atau kadang-kadang misalnya pameran fesyen jilbab. Itu tidak menarik untuk anak muda di sini," kata David kepada Natasya Salim dari ABC News.

"Lebih baik dicari apa yang paling disukai anak muda di Indonesia, itulah yang harus tercerminkan di sini [Australia] untuk membuktikan perspektif mengenai Indonesia yang kontemporer."

Tapi menurut Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra, M. Imran Hanafi, selain dari memperkenalkan elemen tradisional, seperti tarian, Angklung, Gamelan, atau kuliner, KBRI Canberra juga berusaha memperkenalkan budaya kontemporer Indonesia sejak enam tahun lalu.

"Beberapa tahun terakhir, kita masuk ke sekolah [di Australia] dengan seni kontemporer. Salah satu finalis "Indonesian Idol", namanya Michael J … tampil di Australia Barat, Victoria, dan ACT," kata Imran.

Dalam sebuah kesempatan di tahun 2018, Michael J menyanyikan lagu Bahasa Indonesia kepada 1.000 pelajar Australia yang disiarkan secara langsung dengan 1.000 pelajar di Surabaya.

Menurut Imran, untuk menarik minat warga Australia yang lebih muda, kebudayaan Indonesia yang diperkenalkan kepada warga Australia memang tidak melulu harus yang tradisional.

"Kita juga harus memperkenalkan yang kontemporer. Sehingga budaya Indonesia itu tidak hanya dilihat dari Tari Bali, Tari Jawa, padahal dalam kaitan dengan seni budaya kita ada banyak," kata Imran kepada Natasya Salim dari ABC News.

"Termasuk anak-anak milenial di Indonesia sekarang ini yang sudah memiliki corak ragam seni dalam memperkenalkan diri, yang menurut saya juga perlu diperkenalkan kepada anak-anak Australia ini."