Belajar dari Kasus Mr Hu di Shopee

Ilustrasi belanja online
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Nama Mr Hu sedang ramai dalam perbincangan di media sosial. Ia disebut sebagai pengirim barang eceran murah dari China melalui salah satu ecommerce besar di Indonesia, yakni Shopee.

Isu transaksi lintas perbatasan kembali ramai diperbincangkan gara-gara kasus tersebut, karena dianggap bisa mematikan usaha produksi barang eceran dalam negeri.

Selain Indonesia, Mr Hu juga mengirim barang ke beberapa negara lain yang ada di Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Singapura.

Jenis barang yang dijual hampir sama dengan produk yang dibuat oleh para pedagang kecil, sehingga dikhawatirkan bakal mematikan pemilik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira melihat bahwa lancarnya arus barang impor diakibatkan oleh regulasi yang terlalu lama. Ia mengingatkan  agar porsi impor barang di platform ecommerce diatur oleh pemerintah.

“Misalnya, keluarkan dong regulasi maksimal 30 persen barang impor by country origin di ecommerce. Tapi, tidak pernah ada regulasi yang tegas,” ujarnya di Jakarta, Jumat 19 Februari 2021.

Ia mengatakan, di satu sisi pemerintah ingin mendorong UMKM masuk platform digital. Namun, di sisi lain persaingan dengan barang impornya dibebaskan. Hal tersebut akan membuat UMKM lokal bakal kesusahan.

“Cepat atau lambat, barang impor yang sudah dominan di platform ecommerce makin diberi ruang. Kalau dulu orang impor prosesnya susah, sekarang tinggal duduk manis. Barang dari China door to door sampai di depan pintu konsumen Indonesia,” tuturnya.

Hal senada diungkapkan reneliti INDEF lainnya, Nailul Huda, yang menilai pasar domestik Indonesia sangat menarik bagi tiap pelaku ecommerce.

“Sekarang juga pengiriman lebih murah dan ada diskon ongkir dari platform. Harga produksi yang murah dan ongkir yang murah, merupakan kombinasi yang pas buat konsumen Indonesia,” ungkapnya.