Soal Perempuan di UU Pemilu Diuji Materikan

Sumber :


VIVAnews - Muhammad Sholeh seorang calon legislatif (caleg) PDIP dari daerah pemilihan (dapil) Surabaya-Sidoarjo dengan nomor urut 7 menilai UU Nomor 10 Tahun 2008 diskriminatif terhadap dirinya sebagai laki-laki. Disebutnya Pasal 55 Ayat 2 yang berbunyi,  "Di dalam daftar calon sebagaimana dimaksud ayat (1), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal.” Karena itu pula Muhammad Sholeh mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi dengan argumentasi pada dasarnya laki-laki dan perempuan punya hak yang sama di depan hukum
 
Menurut Sholeh, dalam sidang yang dipimpin Hakim M Arsyad Sanusi dengan anggota Achmad Sodiki dan M Alim, di Mahkamah Konstitusi, 16 Oktober 2008, ketentuan ini sangat merugikan sebab posisi di antara 3 orang caleg harus ada calon perempuan, yang memudahkan para pemilih melihat nama caleg perempuan tersebut. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 28I Ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif."
 
"Padahal untuk mendapatkan nomor urut 1, 2, dan 3 sangat tidak mudah dan harus mengabdi bertahun-tahun di partai. Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan punya hak yang sama di depan hukum, termasuk politik. Sekarang tergantung pengabdian masing-masing pada partai," kata Sholeh dalam persidangan.
 
Sholeh juga mempermasalahkan Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e, akan sangat menguntungkan caleg dengan nomer urut kecil. Apabila seorang caleg berada di nomor urut besar, maka caleg harus bekerja keras untuk memperoleh suara 30 persen. "Sedangkan caleg yang berada di nomor urut kecil akan dengan mudah memperoleh kursi sebab apabila tidak ada yang memperoleh suara 30 persen, penentuan yang memperoleh kursi akan kembali pada nomor urut," papar Sholeh.