Menlu Australia: Ekonomi Indonesia Bisa Jadi No. 7 Terbesar Dunia
Rabu, 6 Maret 2013 - 06:13 WIB
Sumber :
- VIVAnews / Renne Kawilarang
VIVAnews - Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr, menilai bahwa negaranya dan Indonesia kini sudah menjadi dua kekuatan ekonomi yang berkembang pesat di kawasan Asia Pasifik. Maka kedua negara diharapkan segera membentuk kemitraan ekonomi komprehensif dengan mengatasi berbagai hambatan yang masih mengganjal.
Penilaian itu disampaikan Carr saat menyampaikan pandangannya dalam Dialog Indonesia-Australia di Kota Sydney awal pekan ini. Dialog itu mempertemukan kalangan pebisnis, tokoh masyarakat, cendekia, dan media massa.
"Lihatlah perjalanan ekonomi Indonesia dalam 15 tahun terakhir. Di awal abad ini, Indonesia merupakan ekonomi nomor 28 terbesar di dunia. Kini, menjadi ekonomi nomor 4 di Asia Timur dan nomor 16 di dunia," kata Carr, dalam pidatonya yang disaksikan mantan Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirajuda, Duta Besar RI Nadjib Riphat, dan anggota delegasi dari Indonesia dan Australia.
Carr juga mengutip prakiraan dari The McKinsey Global Institute bahwa, bila bisa mengatasi tantangan-tantangan pembangunannya, Indonesia bisa menjadi ekonomi nomor 7 terbesar di dunia pada 2030. Indonesia pun kini dipandang punya lebih banyak miliarder ketimbang Jepang dan, berdasarkan hitungan per kapita, juga lebih banyak bila dibandingkan China dan India.
McKinsey pun, lanjut Carr, memperkirakan bahwa Indonesia bisa memiliki kelas konsumen sebanyak 130 juta jiwa pada 2030. Jumlah itu tiga kali lipat dari jumlah sekarang, yaitu 45 juta jiwa. Selama 2012, investasi langsung dari luar negeri (FDI) di Indonesia juga meningkat 26 persen hingga mencapai rekor tertinggi menjadi US$24,6 miliar.
Carr pun mencatat prestasi ekonomi negaranya yang tidak kalah mengagumkan, yang tidak bisa diimbangi oleh sesama negara maju untuk saat ini. Selama dekade 1980an dan 1990an, Australia membuka ekonominya kepada dunia dengan sejumlah reformasi, mulai dari mengambangkan kurs dolar di pasaran hingga menerapkan kompetisi.
"Kini, Australia merupakan ekonomi yang paling tangguh di kelompok OECD (Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi)," kata Carr. Potensi-potensi itulah yang memungkinkan kedua negara untuk bermitra secara komprehensif.
"Indonesia sebagai 'kekuatan global yang tengah bangkit' dan Australia yang telah 'bertransformasi' punya peluang yang sangat besar untuk membentuk kemitraan ekonomi. Saya senang mengetahui bahwa Kamar Dagang dari kedua negara telah membentuk Kelompok Kemitraan Bisnis di akhir 2012 yang akan memberi sejumlah rekomendasi untuk Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif," kata Carr.
Sejumlah rekomendasi pun telah dikeluarkan para pebisnis kedua negara, yaitu mengharapkan agar pemerintah masing-masing segera menghapuskan semua tarif dan kuota atas produk pangan dan pertanian serta batas minimal kapitalisasi bagi pebisnis pemula. "Semua rekomendasi itu berguna untuk memastikan suasana dinamis bagi negosasi pembentukan Kemitraan Ekonomi dalam beberapa bulan mendatang," kata Carr.
Dia pun berharap kedua negara bisa terus mempertahankan peningkatan pertumbuhan lebih dari 60 persen dalam perdagangan bilateral dalam sepuluh tahun terakhir.
Baca Juga :
Penilaian itu disampaikan Carr saat menyampaikan pandangannya dalam Dialog Indonesia-Australia di Kota Sydney awal pekan ini. Dialog itu mempertemukan kalangan pebisnis, tokoh masyarakat, cendekia, dan media massa.
"Lihatlah perjalanan ekonomi Indonesia dalam 15 tahun terakhir. Di awal abad ini, Indonesia merupakan ekonomi nomor 28 terbesar di dunia. Kini, menjadi ekonomi nomor 4 di Asia Timur dan nomor 16 di dunia," kata Carr, dalam pidatonya yang disaksikan mantan Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirajuda, Duta Besar RI Nadjib Riphat, dan anggota delegasi dari Indonesia dan Australia.
Carr juga mengutip prakiraan dari The McKinsey Global Institute bahwa, bila bisa mengatasi tantangan-tantangan pembangunannya, Indonesia bisa menjadi ekonomi nomor 7 terbesar di dunia pada 2030. Indonesia pun kini dipandang punya lebih banyak miliarder ketimbang Jepang dan, berdasarkan hitungan per kapita, juga lebih banyak bila dibandingkan China dan India.
McKinsey pun, lanjut Carr, memperkirakan bahwa Indonesia bisa memiliki kelas konsumen sebanyak 130 juta jiwa pada 2030. Jumlah itu tiga kali lipat dari jumlah sekarang, yaitu 45 juta jiwa. Selama 2012, investasi langsung dari luar negeri (FDI) di Indonesia juga meningkat 26 persen hingga mencapai rekor tertinggi menjadi US$24,6 miliar.
Carr pun mencatat prestasi ekonomi negaranya yang tidak kalah mengagumkan, yang tidak bisa diimbangi oleh sesama negara maju untuk saat ini. Selama dekade 1980an dan 1990an, Australia membuka ekonominya kepada dunia dengan sejumlah reformasi, mulai dari mengambangkan kurs dolar di pasaran hingga menerapkan kompetisi.
"Kini, Australia merupakan ekonomi yang paling tangguh di kelompok OECD (Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi)," kata Carr. Potensi-potensi itulah yang memungkinkan kedua negara untuk bermitra secara komprehensif.
"Indonesia sebagai 'kekuatan global yang tengah bangkit' dan Australia yang telah 'bertransformasi' punya peluang yang sangat besar untuk membentuk kemitraan ekonomi. Saya senang mengetahui bahwa Kamar Dagang dari kedua negara telah membentuk Kelompok Kemitraan Bisnis di akhir 2012 yang akan memberi sejumlah rekomendasi untuk Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif," kata Carr.
Sejumlah rekomendasi pun telah dikeluarkan para pebisnis kedua negara, yaitu mengharapkan agar pemerintah masing-masing segera menghapuskan semua tarif dan kuota atas produk pangan dan pertanian serta batas minimal kapitalisasi bagi pebisnis pemula. "Semua rekomendasi itu berguna untuk memastikan suasana dinamis bagi negosasi pembentukan Kemitraan Ekonomi dalam beberapa bulan mendatang," kata Carr.
Dia pun berharap kedua negara bisa terus mempertahankan peningkatan pertumbuhan lebih dari 60 persen dalam perdagangan bilateral dalam sepuluh tahun terakhir.