Letusan Gunung Rinjani Pecahkan Misteri Iklim Dunia
Selasa, 1 Oktober 2013 - 13:40 WIB
Sumber :
- www.gonla.com
VIVAnews - Peneliti Eropa menemukan bukti bahwa letusan gunung api Samalas di Pulau Lombok menjadi penyebab perubahan besar cuaca pada 1257. Perubahan pada tahun itu ditandai dengan perubahan kimia di permukaan es kedua kutub Arktik dan Antartika.
Dilansir BBC, Selasa 1 Oktober 2013, teks abad pertengahan Eropa mencatat bahwa pada 1.257 iklim di bumi tiba-tiba mendingin dan terjadi gagal panen setelah Gunung Samalas atau yang kini dikenal sebagai Gunung Rinjani meletus.
Peneliti semakin yakin setelah mencocokkan belerang, debu jejak es di kedua kutub dengan data yang dikumpulkan dari wilayah Lombok. Peneliti juga membandingkan dating radiokarbon, jenis dan penyebaran batuan dan abu yang dikeluarkan gunung api serta mengkolaborasikan dengan sejarah lokal Lombok pada abad ke 13.
Dan hasilnya, makin menguatkan dugaan peneliti. "Bukti itu sangat kuat dan menarik," tegas Prof Clive Oppenheimer dari Universitas Cambridge.
Seperti investigasi kriminal
Sementara kolega Oppenheimer, Prof Franck Lavigne dari Universitas Pantheon Sarbonne, Prancis mengaku puas dengan hasil riset meski harus bekerja keras melacak temuan itu, ia mengaku tim seperti melakukan investigasi kriminal.
"Kami tak tahu pelaku pada awalnya, tapi kami punya waktu terjadinya pembunuhan dan ada jejak dalam bentuk geokimia pada inti permukaan es. Itu memungkinkan bagi kami guna melacak gunung berapi yang bertanggung jawab atas peristiwa abad 13," jelasnya.
Sebelumnya, peneliti memperkirakan gunung api yang jadi sumber peristiwa cuaca pada 1257 itu dikaitkan dengan gunung api Meksiko, Ekuador dan selandia Baru. Tapi belakangan, pengukuran dan pelacakan geokimia serta penanggalan (dating) tidak cocok.
Muntahkan 40 Km Kubik Batuan
Studi tim di Lombok menunjukkan sebanyak 40 km kubik batuan dan abu kemungkinan termuntahkan dari Gunung Berapi Samalas. Sementara debu vulkanik kemungkinan mengangkasa lebih dari 40 km.
Letusan besar itu berdampak signifikan pada perubahan iklim saat itu. Teks abad pertengahan menggambarkan, pada abad itu, setahun setelahnya terjadi musim panas yang mengerikan di Eropa. Iklim jadi dingin, hujan terus menerus dan mengakibatkan banjir.
Bukti itu juga dikuatkan dengan temuan arkeolog kerangka ribuan orang yang dikuburkan secara massal di London. Penanggalan kerangka menunjukkan penguburan itu terjadi pada 1258.
"Kami tidak bisa mengatakan dengan pasti kaitan dua peristiwa itu. Tapi jumlah kerangka itu jelas menekankan," ujar Prof Lavigne.
Peneliti meyakini, letusan Samalas setidaknya sebesar letusan dahsyat terbaru yaitu Krakatau pada 1883, yang mengakibatkan awan panas dan tsunami besar serta Tambora pada 1815, yang mengakibatkan 'tahun tanpa musim panas', setahun setelah ledakan, akibat debu Tambora. Mengutip laman Nationalgerographic, letusan 1257 bahkan delapan kali mebih kuat dari letusan Krakatau. (umi)
Baca Juga :
Dilansir BBC, Selasa 1 Oktober 2013, teks abad pertengahan Eropa mencatat bahwa pada 1.257 iklim di bumi tiba-tiba mendingin dan terjadi gagal panen setelah Gunung Samalas atau yang kini dikenal sebagai Gunung Rinjani meletus.
Peneliti semakin yakin setelah mencocokkan belerang, debu jejak es di kedua kutub dengan data yang dikumpulkan dari wilayah Lombok. Peneliti juga membandingkan dating radiokarbon, jenis dan penyebaran batuan dan abu yang dikeluarkan gunung api serta mengkolaborasikan dengan sejarah lokal Lombok pada abad ke 13.
Dan hasilnya, makin menguatkan dugaan peneliti. "Bukti itu sangat kuat dan menarik," tegas Prof Clive Oppenheimer dari Universitas Cambridge.
Seperti investigasi kriminal
Sementara kolega Oppenheimer, Prof Franck Lavigne dari Universitas Pantheon Sarbonne, Prancis mengaku puas dengan hasil riset meski harus bekerja keras melacak temuan itu, ia mengaku tim seperti melakukan investigasi kriminal.
"Kami tak tahu pelaku pada awalnya, tapi kami punya waktu terjadinya pembunuhan dan ada jejak dalam bentuk geokimia pada inti permukaan es. Itu memungkinkan bagi kami guna melacak gunung berapi yang bertanggung jawab atas peristiwa abad 13," jelasnya.
Sebelumnya, peneliti memperkirakan gunung api yang jadi sumber peristiwa cuaca pada 1257 itu dikaitkan dengan gunung api Meksiko, Ekuador dan selandia Baru. Tapi belakangan, pengukuran dan pelacakan geokimia serta penanggalan (dating) tidak cocok.
Muntahkan 40 Km Kubik Batuan
Studi tim di Lombok menunjukkan sebanyak 40 km kubik batuan dan abu kemungkinan termuntahkan dari Gunung Berapi Samalas. Sementara debu vulkanik kemungkinan mengangkasa lebih dari 40 km.
Letusan besar itu berdampak signifikan pada perubahan iklim saat itu. Teks abad pertengahan menggambarkan, pada abad itu, setahun setelahnya terjadi musim panas yang mengerikan di Eropa. Iklim jadi dingin, hujan terus menerus dan mengakibatkan banjir.
Bukti itu juga dikuatkan dengan temuan arkeolog kerangka ribuan orang yang dikuburkan secara massal di London. Penanggalan kerangka menunjukkan penguburan itu terjadi pada 1258.
"Kami tidak bisa mengatakan dengan pasti kaitan dua peristiwa itu. Tapi jumlah kerangka itu jelas menekankan," ujar Prof Lavigne.
Peneliti meyakini, letusan Samalas setidaknya sebesar letusan dahsyat terbaru yaitu Krakatau pada 1883, yang mengakibatkan awan panas dan tsunami besar serta Tambora pada 1815, yang mengakibatkan 'tahun tanpa musim panas', setahun setelah ledakan, akibat debu Tambora. Mengutip laman Nationalgerographic, letusan 1257 bahkan delapan kali mebih kuat dari letusan Krakatau. (umi)