Di Myanmar, Orang Bersarung Serbu Bandara
Rabu, 11 Desember 2013 - 11:30 WIB
Sumber :
VIVAnews - Melihat orang-orang menggunakan sarung saat menghadiri sebuah upacara adat bukanlah hal yang asing di Indonesia. Begitu juga saat mendapati orang-orang menggunakannya saat bersantai di rumah.
Namun, bagaimana bila mengenakan sarung ke bandara atau ke kantor? Pemandangan ini hanya bisa ditemukan di Myanmar. Dikenal dengan sebutan Longyi, sarung masih menjadi bagian dari keseharian warga Myanmar.
Di Yangon --eks ibukota Myanmar-- pemandangan seperti ini selalu bisa ditemukan setiap hari. Baik pria dan wanita masih setia dengan fesyen yang merupakan warisan leluhur itu. Bahkan, murid-murid di sekolah juga mengenakan Longyi. Begitu juga dengan pegawai kantoran maupun pejabat pemerintah.
"Sebagian penduduk Myanmar sehari-hari masih menggunakan Longyi. Namun, sebagian lainnya sudah mengenakan celana sebagai penggantinya," kata salah seorang sopir taksi, Selasa 10 Desember 2013.
Menurut sang sopir, Longyi bukanlah penentu strata sosial seseorang. Artinya, siapapun boleh mengenakan sarung berukuran 2 meter x 80 cm itu. "Tidak ada alasan khusus untuk mengenakannya," beber pria paruh baya itu.
Saat masih di bawah penjajahan Inggris, masyarakat Myanmar akrab dengan pasos dan htmain. Pasos untuk laki-laki memiliki panjang 9,1 m dan dikenal dengan sebutan Taunghsay Paso dan Unswen. Sedangkan untuk wanita disebut, htmain dengan panjang hanya sekitar 1,4 meter.
Longyi modern berbentuk kain silinder. Penggunaannya di Myanmar mulai menjamur setelah kolonial Inggris memberikan kebebasan bagi negara yang dahulu dikenal dengan sebutan Burma itu. Kata Longyi berasal dari sarung yang biasa digunakan oleh orang-orang dari etnik Melayu. (one)
Baca Juga :
Namun, bagaimana bila mengenakan sarung ke bandara atau ke kantor? Pemandangan ini hanya bisa ditemukan di Myanmar. Dikenal dengan sebutan Longyi, sarung masih menjadi bagian dari keseharian warga Myanmar.
Di Yangon --eks ibukota Myanmar-- pemandangan seperti ini selalu bisa ditemukan setiap hari. Baik pria dan wanita masih setia dengan fesyen yang merupakan warisan leluhur itu. Bahkan, murid-murid di sekolah juga mengenakan Longyi. Begitu juga dengan pegawai kantoran maupun pejabat pemerintah.
"Sebagian penduduk Myanmar sehari-hari masih menggunakan Longyi. Namun, sebagian lainnya sudah mengenakan celana sebagai penggantinya," kata salah seorang sopir taksi, Selasa 10 Desember 2013.
Menurut sang sopir, Longyi bukanlah penentu strata sosial seseorang. Artinya, siapapun boleh mengenakan sarung berukuran 2 meter x 80 cm itu. "Tidak ada alasan khusus untuk mengenakannya," beber pria paruh baya itu.
Saat masih di bawah penjajahan Inggris, masyarakat Myanmar akrab dengan pasos dan htmain. Pasos untuk laki-laki memiliki panjang 9,1 m dan dikenal dengan sebutan Taunghsay Paso dan Unswen. Sedangkan untuk wanita disebut, htmain dengan panjang hanya sekitar 1,4 meter.
Longyi modern berbentuk kain silinder. Penggunaannya di Myanmar mulai menjamur setelah kolonial Inggris memberikan kebebasan bagi negara yang dahulu dikenal dengan sebutan Burma itu. Kata Longyi berasal dari sarung yang biasa digunakan oleh orang-orang dari etnik Melayu. (one)