Kemenristek Bakal Bentuk Dewan Pertimbangan Nuklir
Kamis, 28 Agustus 2014 - 17:04 WIB
Sumber :
VIVAnews - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) membentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN). Anggota majelis ini terdiri atas 7 orang yang berisi para pakar, akademisi dan tokoh masyarakat. Lembaga yang bersifat independen ini rencananya berada di bawah naungan presiden yang akan memberi pertimbangan terkait pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia.
“Dalam waktu dekat akan dibentuk panitia seleksi. Dalam tiga sampai enam bulan ke depan, lembaga ini akan terbentuk,” kata Asisten Deupti Iptek Masyarakat, Drs. Sadyatmo, M.T., dalam sosialisasi Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir di Yogyakarta, Kamis 28 Agustus 2014.
Menurutnya keberadaaan Majelis ini diharapkan bisa memberikan pertimbangan pada Presiden terkait dengan pengembangan teknologi nuklir. Dikatakan Sadyatmo, teknologi nuklir sudah dimanfaatkan untuk bidang pangan, kesehatan dan obat-oabatan. Salah satunya adalah beras Si Denok sebagai salah satu beras unggulan dari hasil rekayasa genetika lewat teknologi nuklir
“Nuklir bukan hanya PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir-red) saja. Beras Si Denok, hasilnya bagus. Ini bentuk pengembangan bibit beras dengan tekoogi nuklir. Banyak juga di bidang pengawetan makanan dan pengobatan,” jelasnya.
Meskipun demikian, pemanfaatan teknologi nuklir di bidang pangan dan kesehatan tidak banyak menimbulkan pro kontra di masyarakat. Sebaliknya, rencana pembangunan PLTN sampai saat ini masih belum bisa terealisasi. Menurut Momon, tidak mudah untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, selain dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang handa serta anggaran yang tidak sedikit, Indonesia juga dihadapkan pada aturan regulasi yang ditetapkan oleh Badan Tenaga Atom Internasuinal (IAEA).
Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) BATAN, Susilo Widodo mengatakan kesiapan Indonesia untuk membangun pembangkit listrik dari tenaga nuklir melampaui kemajuan yang cukup pesat. Namun sayangnya, tidak diikuti keseriusan pemerintah dalam mendorong percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
“Vietnam saja sudah ada program membangun 6 PLTN. Sudah mereka rencanakan, desain sudah ada prosedur sudah dipenuhi. Padahal secara kesiapan infrastruktur, kita lebih maju dari mereka,” katanya.
Menurut Susilo, kesiapan Indonesia dalam membangun reaktor nuklir saat ini sudah memasuki tahap kedua. Sedangkan untuk menuju tahap ketiga dan keempat pemerintah perlu melengkapi regulasi terkait jaminan mutu dan standarisasi.
Perlu Dimasukkan ke Kurikulum SD
Sementara pengajar tenologi nuklir UGM, Susetyo, mengatakan pengembangan teknologi nuklir di Indonesia kuncinya terletak pada edukasi. Menurutnya selama ini masyarakat belum diedukasi secara lebih baik terkait pengenalan teknologi nuklir.
“Kita lihat di kurikulum di sekolah dasar hingga perguruan tinggi, minim sekali dengan teknologi. Berbeda jauh dengan negara maju yang sudah mengenalkan nuklir sejak SD,” terangnya.
Dia menambahkan, sosialisasi pengembangan dan pemanfaaatn teknologi nuklir tidak cukup hanya lewat media internet karena tidak semua masyarakat bisa menjangkau. Dia mengusulkan agar pemerintah lebih menekankan pada pengembangan kurikulum di sekolah.
“Edukasi dengan masyarakat mulai dari bawah, pemahaman tentang nuklir jauh akan lebih baik. Selama ini kita hanya mengenal nuklir dari pelajaran sejarah, bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, sehingga ketakutan yang muncul,” katanya.
Hadir sebagai narasumber, pakar teknologi limbah nuklir, Jurusan Teknik Fisika UGM, Ir. Susetyo Hario Putro, M.Eng, Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) BATAN, Susilo Widodo, Kasubid Harmonisasi Bidang Kesra, Bunyamin SH, MH, dan Kepa Bagian Biro Hukum dan Humas BATAN, Estopet.
Baca Juga :
“Dalam waktu dekat akan dibentuk panitia seleksi. Dalam tiga sampai enam bulan ke depan, lembaga ini akan terbentuk,” kata Asisten Deupti Iptek Masyarakat, Drs. Sadyatmo, M.T., dalam sosialisasi Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir di Yogyakarta, Kamis 28 Agustus 2014.
Menurutnya keberadaaan Majelis ini diharapkan bisa memberikan pertimbangan pada Presiden terkait dengan pengembangan teknologi nuklir. Dikatakan Sadyatmo, teknologi nuklir sudah dimanfaatkan untuk bidang pangan, kesehatan dan obat-oabatan. Salah satunya adalah beras Si Denok sebagai salah satu beras unggulan dari hasil rekayasa genetika lewat teknologi nuklir
“Nuklir bukan hanya PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir-red) saja. Beras Si Denok, hasilnya bagus. Ini bentuk pengembangan bibit beras dengan tekoogi nuklir. Banyak juga di bidang pengawetan makanan dan pengobatan,” jelasnya.
Meskipun demikian, pemanfaatan teknologi nuklir di bidang pangan dan kesehatan tidak banyak menimbulkan pro kontra di masyarakat. Sebaliknya, rencana pembangunan PLTN sampai saat ini masih belum bisa terealisasi. Menurut Momon, tidak mudah untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, selain dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang handa serta anggaran yang tidak sedikit, Indonesia juga dihadapkan pada aturan regulasi yang ditetapkan oleh Badan Tenaga Atom Internasuinal (IAEA).
Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) BATAN, Susilo Widodo mengatakan kesiapan Indonesia untuk membangun pembangkit listrik dari tenaga nuklir melampaui kemajuan yang cukup pesat. Namun sayangnya, tidak diikuti keseriusan pemerintah dalam mendorong percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
“Vietnam saja sudah ada program membangun 6 PLTN. Sudah mereka rencanakan, desain sudah ada prosedur sudah dipenuhi. Padahal secara kesiapan infrastruktur, kita lebih maju dari mereka,” katanya.
Menurut Susilo, kesiapan Indonesia dalam membangun reaktor nuklir saat ini sudah memasuki tahap kedua. Sedangkan untuk menuju tahap ketiga dan keempat pemerintah perlu melengkapi regulasi terkait jaminan mutu dan standarisasi.
Perlu Dimasukkan ke Kurikulum SD
Sementara pengajar tenologi nuklir UGM, Susetyo, mengatakan pengembangan teknologi nuklir di Indonesia kuncinya terletak pada edukasi. Menurutnya selama ini masyarakat belum diedukasi secara lebih baik terkait pengenalan teknologi nuklir.
“Kita lihat di kurikulum di sekolah dasar hingga perguruan tinggi, minim sekali dengan teknologi. Berbeda jauh dengan negara maju yang sudah mengenalkan nuklir sejak SD,” terangnya.
Dia menambahkan, sosialisasi pengembangan dan pemanfaaatn teknologi nuklir tidak cukup hanya lewat media internet karena tidak semua masyarakat bisa menjangkau. Dia mengusulkan agar pemerintah lebih menekankan pada pengembangan kurikulum di sekolah.
“Edukasi dengan masyarakat mulai dari bawah, pemahaman tentang nuklir jauh akan lebih baik. Selama ini kita hanya mengenal nuklir dari pelajaran sejarah, bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, sehingga ketakutan yang muncul,” katanya.
Hadir sebagai narasumber, pakar teknologi limbah nuklir, Jurusan Teknik Fisika UGM, Ir. Susetyo Hario Putro, M.Eng, Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) BATAN, Susilo Widodo, Kasubid Harmonisasi Bidang Kesra, Bunyamin SH, MH, dan Kepa Bagian Biro Hukum dan Humas BATAN, Estopet.