Warga Harus Didengar
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Rabu 17 Desember 2014, Djarot Saiful Hidayat resmi dilantik sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2014 hingga 2017. Pelantikan ini, menutup polemik dan kontroversi terkait siapa yang berhak mengisi kursi DKI Jakarta II tersebut.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), akhirnya bisa bernapas lega. Sebab, keinginannya sudah terpenuhi, meminang mantan Wali Kota Blitar tersebut untuk mendampinginya membenahi Jakarta.
Djarot dinilai berhasil, saat memimpin Kota Blitar, Jawa Timur. Ia berhasil merombak birokrasi, dengan melakukan rekrutmen pegawai secara terbuka dan ditangani tim independen.
Ia juga memangkas lebih dari 200 jabatan dari eselon II hingga IV. Tak hanya itu, selama 10 tahun memimpin, pendapatan asli daerah (PAD) Blitar meningkat tajam.
Seperti koleganya di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo, Djarot juga hobi ‘blusukan’. Ia sering berkeliling dan berkomunikasi langsung dengan warganya saat memimpin Blitar.
Kebiasaan itu, ia lanjutkan saat mendampingi Ahok di Jakarta. Menurut Djarot, setiap pekan, ia menjadwalkan untuk turun ke lapangan. Tujuannya, agar ia bisa berdialog dengan warga.
Jakarta tentu berbeda dengan Blitar. Lalu, apa yang akan dia lakukan untuk membenahi Ibu Kota?
VIVA.co.id berkesempatan menemui dan melakukan wawancara khusus di tengah kesibukan pria yang ramah ini. Wawancara dilakukan di ruang kerjanya, Kamis 22 Januari 2015. Demikian petikan wawancaranya.
Bagaimana ceritanya Anda bisa jadi Wagub DKI?
Menjelang kampanye Pemilu Legislatif, Ahok menelepon, meminta saya membantunya di Jakarta.
Lalu?
Saya bilang itu masih panjang, masih lama. Tetapi, insting Ahok sangat tajam. Beliau sudah memprediksi kalau Jokowi jadi Presiden.
Sejak kapan kenal Ahok?
Saya kenal Ahok sejak 2006.
Apa yang disampaikan Ahok saat meminta Anda menjadi wagub?
Membantu mengurusi Jakarta.
Apa yang membuat Anda tertarik dengan tawaran Ahok?
Jakarta menantang dan persoalannya kompleks. Itu sumber motivasi saya, kenapa saya bersedia, ketika Ahok meminta saya menjadi wakil beliau.
Lalu apa yang akan Anda lakukan untuk membenahi Jakarta. Misalnya terkait banjir?
Banjir itu bukan sumber masalah, tetapi dampak dari masalah. Ini, terkait masalah tata ruang. Tak hanya di Jakarta, tetapi juga tata ruang daerah di luar Jakarta.
Mengapa tata ruang yang dikambinghitamkan?
Berapa persen daerah resapan di Jakarta? Berapa persen ruang terbuka hijau di Jakarta? Itu kan sangat kecil, hanya sekitar 10 persen dari total luas wilayah. Berapa waduk yang sudah beralih fungsi? Kondisi itu diperparah dengan meningkatnya hunian di Jakarta.
Ada apa dengan hunian?
Pernah nggak kita berfikir, saat membangun apartemen, berapa orang yang bisa ditampung? Terus, limbahnya dibuang ke mana? Berapa kendaraan yang mereka miliki? Parkirnya bagaimana? Sedangkan ruas jalan selokan sungai sudah menyempit. Akumulasi dari berbagai persoalan ini menimbulkan dampak. Dampaknya, ya banjir.
Selain itu?
Persoalan kedua Jakarta ini ke depan, akan dijadikan sebagai kota apa? Apakah akan dijadikan kota pemerintahan, perdagangan, atau kota industri? Jangan campur aduk.
Lalu apa yang akan Anda lakukan?
Dalam bayangan saya ke depan, indutri berat sudah tidak di Jakarta lagi. Misalnya ke Banten. Jangan lagi digeser ke Jawa Barat seperti Bekasi, Karawang, Depok, karena sudah penuh. Sehingga, ada pemerataan pembangunan. Sehingga, aktivitas pembangunan dan uang yang beredar itu tak berputar di Jakarta, tetapi kita bagi. Sekarang, 70 persen uang berputar di Jakarta. Otomatis, ini akan mendatangkan penduduk. Dan, kita tak bisa larang mereka untuk datang ke Jakarta.
Selain menggeser industri berat apa solusi lain?
Sesuai dengan fokus kita, yaitu tertib hunian, tertib buang sampah, tertib PKL (pedagang kaki lima). Tertib hunian, misalnya hunian yang berada di bantaran sungai harus bersih. Hunian di kolong jembatan harus bersih. Hunian yang menempati sedimen sungai, yang menyebabkan sungai mengecil harus ditertibkan. Makanya, 2015 ini ada program normalisasi Kali Ciliwung. Bikin sodetan. Juga, sudah ada banjir kanal barat dan timur. Memaksimalkan fungsi pintu air.
Bagaimana progres rencana pembangunan waduk di Jabar?
Dulu, pak Jokowi ingin bangun waduk dan membeli lahan di Bogor. Kebetulan, bupatinya kesandung sedikit masalah, saya tidak tahu kelanjutannya. Tetapi, di hulu perlu daerah tangkapan air.
Termasuk, juga daerah hilir. Ini melibatkan tiga provinsi. Jawa Barat, DKI dan Banten. Oleh sebab itu, Jokowi sekarang jadi Presiden, peran pemerintah pusat jadi lebih penting, lebih sentral untuk mengharmonisasi dan mensinergikan pembangunan, utamanya dari tiga provinsi tersebut.
Bagaimana dengan macet?
Sekarang lagi digalakkan berbagai macam kebijakan yang semuanya bertumpu pada pembangunan transportasi masal. TransJakarta ini akan kita benahi terus. Bus akan kita tambah. Nanti, ada MRT (moda transportasi massal) sudah kita mulai dan mudah-mudahan sebelum tahun 2019 sudah selesai. Kemudian, kebijakan pembatasan motor tak masuk jalan protokol, penertiban kendaraan umum, dan pembatasan umur kendaraan.
Yang dibutuhkan adalah kosistensi dan keberlanjutan kebijakan tersebut. Karena tak mungkin, kalau kita hanya mengandalkan bangun jalan, nambah ruas jalan tol, nambah kilometer jalan. Sebab, progres jalan terbangun dibanding jumlah kendaraan yang ada di Jakarta seperti deret hitung dan deret ukur. Nggak mungkin bisa kekejar.
Mengapa tidak memilih membatasi produksi kendaraan?
Kalau dibatasi sulit, karena mereka punya duit. Yang akan dikenakan misalnya pajak progresif, jalan berbayar (ERP), kemudian menyediakan alternatif fasilitas angkutan masal. Sehingga, orang malas naik mobil pribadi, atau sepeda motor dan orang akan menjadi malas membeli mobil.
Selain banjir dan macet, masalah apalagi yang harus ditangani segera?
Problem di Jakarta itu kompleks banget. Sampah misalnya. Berapa sih, produksi sampah dari 12 juta orang di jakarta ini, besar sekali. Sampah di Pasar Induk, Kramat Jati, setiap hari bisa lebih dari 200 ton. Di Jakarta Utara, bisa lebih dari 2.000 ton per hari.
Solusinya?
Sampah akan kita kelola dengan baik. Kalau bisa, sampah kita buat selesai di tingkat wilayah. Untuk di kota, sampah yang besar besar bisa kita olah menjadi sumber energi jadi listrik. Tingkat kecamatan sampah diolah jadi kompos.
Anda kan orang baru, bagaimana komunikasi dengan DPRD dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)?
Saya berhubungan baik dengan ketua-ketua partai di DKI. Artinya, tak ada kesulitan komunikasi, karena sudah kenal teman teman di DPRD. Terutama, saat pemilihan gubernur 2012. Dengan SKPD juga baik, karena beberapa sudah kenal.
Apa ada pembagian tugas dengan Ahok?
Secara kaku tidak. Kita harus berinisiatif melakukan tugas-tugas yang mendesak. Prinsipnya, saling melengkapi dan berkoordinasi. Yang agak spesifik, karena latar belakang saya aktivis dan kulit saya lebih hitam, jadi saya yang terjun ke bawah untuk blusukan, berdialog, berembug, sekaligus mengecek, mengontrol apa yang sedang dikerjakan, apa yang akan dikerjakan, apa yang telah dikerjakan.
Kenapa?
Karena, kita harus tahu di lapangan seperti apa. Jangan sampai ada pembangunan yang mangkrak. Membangun sesuatu, tetapi nggak fungsi. Ini salah satu manfaat, ketika kita turun, jadi tahu persis keadaan di lapangan.
Anda memang suka blusukan sejak dulu?
Itu kebiasaan sejak di Blitar. Dulu di kantor, cuma beberapa jam dalam satu hari. Makanya, saya kenal orang secara pribadi. Saya bisa naik motor, sepeda, bisa ngobrol sama mereka. Sehingga, saya bisa menyelesaikan sejumlah proyek yang dinilai sulit, seperti penataan PKL, bikin jalan tembus dan membersihkan kampung kumuh.
Mengapa harus turun?
Kita harus turun, ngobrol, ngopi bareng sama mereka, sehingga persoalan bisa kita selesaikan dengan baik. Dalam pembangunan itu, jangan anggap masyarakat sebagai objek pembangunan, tetapi juga subjek. Dia juga harus didengar dan diperhatikan, dan harus digali kira-kira apa keinginannya.
Sejak dilantik sudah turun ke mana saja?
Sudah banyak banget. Sabtu, minggu, jelas saya turun. Setiap pekan di hari kerja, saya sediakan dua hari untuk turun. Di kantor, ngurusin masalah surat menyurat dan administrasi. Kadang, sering saya kerjakan di rumah.
Apa target Anda?
Target saya Asian Games di Jakarta lancar dan sukses. Ini tantangan besar, Indonesia jangan sampai memalukan. Dari sisi transportasi, akomodasi, venue, ketertiban, dan keindahan.
Bagaimana dengan birokrasi di DKI?
Kita tanamkan, kalau kita bekerja itu melayani masyarakat. Jadi, bekerjalah dengan hati bersih, jangan korupsi. Tumpahkan seluruh potensi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
Apakah akan ada penataan?
Ini, sedang kita mulai untuk menata betul. Karena birokrasi di Jakarta ini, seperti yang sudah saya sampaikan, apa pun bisa menghasilkan duit (korup), karena anggarannya besar. Sekarang sudah ada kebijakan diberikan tunjangan TKD (Tes Kompetensi Dasar) dinamis yang berdasarkan prestasi. Jadi, nanti ada iklim kompetisi.
Selain cara pandang, apalagi yang akan dibenahi?
Fokus, sehingga akan ada perombakan dan penyesuaian struktur birokrasi biar nggak tumpang tindih. Karena kadang, satu bidang pekerjaan ditangani oleh tiga SKPD,m padahal bisa digabung. Sedangkan pekerjaan yang besar malah, hanya dikerjakan oleh satu SKPD. Sehingga, ada spesialisasi jabatan dan pekerjaan sehingga job description mereka jelas. Jangan sampai ada ego sektoral. Jangan menunggu perintah. Ambil inisiatif.
Bagaimana dengan PNS yang tidak berprestasi?
Bagian saya untuk mencuci mereka dan membuka wawasan mereka. Sekarang banyak yang non job, mau diapakan mereka yang eselon II dan III, padahal sudah berpengalaman. Ya, ini tugas kami. PNS sulit dipecat, tetapi dia juga harus siap untuk ditempatkan di mana saja.
Dari pengalaman memimpin Blitar, apa ada yang bisa diterapkan di Jakarta?
Banyak sekali. Misalnya reformasi birokrasi. Terutama, pola rekrutmen. Kalau sekarang, lagi digalakkan lelang jabatan. Saya sudah melakukan ini dari 2002 di Blitar.
PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), di sana ada citizen charter. Jadi, pelayanan berdasarkan kontrak dan dianggap terbaik, kita sudah diuji coba di pendidikan kesehatan juga. Sanitasi masyarakat penataan lingkungan yang sekarang di sini, kampung deret dulu. Di sana, kita bisa bangun lebih dari 2.000 rumah dari kumuh kini menjadi sehat.
Ada strategi dan terobosan?
Komunikasi yang baik dan turun ke bawah. (asp)