Suku Bunga The Fed Naik, Rupiah Dinilai Paling Berisiko

Nilai tukar Rupiah
Sumber :
  • ANTARA/Zabur Karuru

VIVA.co.id - Rupiah disebut-sebut sebagai mata uang yang paling berisiko atas penguatan dolar di pasar kurensi global.

Kenaikan suku bunga The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) dalam waktu dekat berpotensi menekan mata uang di Asia. Rupiah diprediksi bakal menjadi mata uang yang paling tertekan.

"Di Asia, Indonesia paling rentan terhadap pelarian modal karena berada di tengah-tengah capital inflow," ujar Jason Daw, analis di Societe Generale, seperti dilansir CNBC, Senin, 9 Maret 2015.

Padahal, pasar sempat bereuforia saat Joko Widodo terpilih sebagai presiden pada pemilihan presiden Juli 2014 lalu. Tetapi, euforia itu berbalik setelah Bank Indonesia mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 7,5 persen. Sejak keputusan mengejutkan itu, rupiah menurun sekitar 1,8 persen.

Kekhawatiran atas defisit neraca Indonesia saat ini adalah faktor risiko lain. Sebab, rupiah sempat jatuh karena defisit neraca berlajan pada 2013 lalu. Rupiah tertekan oleh rencana The Fed yang waktu itu berniat merilis program pelonggaran kuantitatif (quantitative easing).

Jika data defisit neraca berjalan tahun ini tak juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan, maka rupiah tidak bisa mengambil momen penguatan. Apalagi, jika data itu dirilis bertepatan dengan pengumuman kenaikan suku bunga The Fed.

"Kemungkinan The Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga pada Juni. Ini sebuah 'badai' lainnya bagi rupiah," ujar sebuah catatan dari Barclays.

![vivamore="Baca Juga :"]

[/vivamore]