Rp13.000 per Dolar, Bukti Hilangnya Kepercayaan pada Jokowi

Nilai tukar Rupiah
Sumber :
  • ANTARA/Zabur Karuru

VIVA.co.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam, mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah dolar Amerika Serikat (AS) yang menyentuh Rp13.000, membuktikan hilangnya kepercayaan publik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden, kata Ecky, tidak mampu meyakinkan publik.

“Rupiah menyentuh Rp. 13.000 tidak hanya dipengaruhi kondisi ekonomi dunia seperti pertumbuhan ekonomi AS yang membaik maupun kebijakan-kebijakan The Fed. Tapi yang paling penting adalah hilangnya kepercayaan pada Jokowi yang gagal memenuhi harapan publik secara umum maupun pasar secarar khusus,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 10 Maret 2015.

Menururt Ecky, selama semester pertama pemerintahan berjalan, tidak ada kebijakan-kebijakan ekonomi Jokowi yang mendorong pengurangan defisit transaksi berjalan. Justru Jokowi membuat kegaduhan dan blunder-blunder politik yang membuat para investor dan pasar ragu.

Dia menambahkan terpuruknya nilai rupiah pada dolar dan mata uang negara ekonomi kuat lainnya akan memberatkan perekonomian Indonesia, baik pemerintah maupun sektor swasta.

Besarnya utang dalam valas baik pemerintah dan swasta yang jatuh tempo pada 2015 membuat kebutuhan valas bertambah. Kondisi itu diperparah dengan hutang valas yang tidak dilindungi nilai hedging.

“Utang swasta kita mencapai kisaran 170 miliar dolar dan pemerintah 130 miliar dolar. Bisa dibayangkan kebutuhan valas untuk cicilan pokok dan bunganya. Kondisi rupiah yang terus turun akan berpengaruh pada realisasi dari asumsi makro kita. Baik pengaruh langsung maupun tidak langsung," ujarnya.

Ecky mengatakan hal yang paling berbahaya adalah tidak tercapainya target penerimaan pajak karena adanya penurunan aktivitas ekonomi akibat kenaikan harga barang-barang modal dan bahan baku impor. Kondisi itu berpengaruh dan menurunkan keuntungan perusahan wajib pajak.

"Sudah saatnya Jokowi menunjukkan kemampuannya mengelola negara dan pemerintahan. Persoalan ekonomi, sosial, dan pokitik tidak bisa diselesaikan dengan blusukan dan pencitraan,” kata Ecky.

![vivamore="Baca Juga :"]



[/vivamore]