OJK Siapkan Aturan Hukum Pidana Investasi Bodong

Gedung Otoritas Jasa Keuangan.
Sumber :
  • Raden Jihad Akbar / VIVA.co.id
VIVA.co.id
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan aturan hukum pidana terkait penghimpunan dana atau investasi tanpa izin atau investasi bodong. Cara ini diambil setelah OJK melihat maraknya penawaran penghimpunan dana atau investasi tanpa izin yang justru merugikan masyarakat. 

Kusumaningtuti S Soetiono, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan aturan hukum atau undang-undang yang menyatakan bahwa investasi tanpa izin. Seperti skema investasi piramida atau Ponzi, adalah ilegal dengan sanksi pidana.

"Sehingga penegak hukum bisa punya dasar hukumnya," kata Kusumaningtuti dalam Fokus Group Discussion Redaktur: Peran OJK Industri Keuangan Mendukung Perekonomian Nasional di Bandung, Sabtu 8 Agustus 2015.  

Kusumaningtuti mengatakan, sejak 2013 hingga 31 Juli 2015 OJK menerima 45.779 pengaduan masyarakat jasa keuangan. Sebanyak 48,5 persen pengaduan terkait investasi uang, 13,77 persen investasi emas, dan terbaru investasi online sebanyak 3,59 persen. 

"Kami lebih konsentrasi pada penghimpunan dana karena kerugian akibat ini lebih besar. Sudah marak penawaran penghimpunan dana atau investasi tanpa izin kepada masyarakat yang menjanjikan keuntungan besar seperti skema piramida atau Ponzi, kami harus lebih serius menangani ini," katanya.
 
Selain itu, OJK juga melakukan pendekatan edukasi dan sosialisasi, serta kampanye untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap praktik penghimpunan dana tanpa izin. OJK berencana membentuk tim yang lebih proaktif untuk mengawasi ponzi skim, dan melakukan edukasi untuk preventif.

Lebih lanjut, Kusumaningtuti menjelaskan pengaduan-pengaduan yang diterima OJK juga terkait sektor perbankan, dan asuransi. Pengaduan di sektor perbankan sebanyak 1.977 aduan, dan asuransi 923 pengaduan.    

Pengaduan perbankan paling banyak terkait kerugian bertransaksi dalam pembayaraan menggunakan kartu debit dan kartu kredit, dan berkenaan penjualan barang agunan atau penjualan barang jaminan. Karena harga barang anggunan dilelang dengan harga lebih murah dibanding dengan harga pasar.

"Pengaduan juga karena para debitor mengalami kesulitan mencicil utang, misalnya karena gagal panen, dan pengajuan restrukturisasi utang tidak dipenuhi oleh bank," ujar Kusumaningtuti. 

Sementara itu, jumlah pengaduan asuransi di peringkat kedua terkait perusahaan-perusahaan asuransi yang sudah dicabut izin usahanya dengan pengaduan, lebih pada tindakan penyelesaian atau penanganan pemegang polis. Pengaduan asuransi juga karena pemegang polis tidak bisa klaim asuransi.

"Oleh karena itu kami minta agar lembaga keuangan dan perusahaan asuransi lebih profesional. Para agen asuransi menjelaskan lebih jelas kepada para pemegang polis tentang produk-produk asuransinya," Kusumaningtuti menganjurkan.

Dia juga meminta agar lembaga pembiayaan dapat menyelesaikan sengketa utang atau pinjaman dengan debitor dengan lebih lebih baik. "Penarikan barang kredit oleh perusahaan leasing dilakukan lebih manusiawi. OJK juga tengah membuat aturan agar lembaga pembiayaan tidak menggunakan debt collector," katanya. (ase)