Properti RI Dinilai Belum Siap dengan Kepemilikan Asing

Petani Metropolitan
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id
- Indonesia Property Watch menilai, aturan kepemilikan asing yang terus disempurnakan tidak akan berdampak signifikan bagi penerimaan devisa di Indonesia saat ini. 

Menurut IPW, yang menjadi alasan utama warga negara asing (WNA) membeli sebuah properti di sebuah negara, lebih karena kondisi ekonomi dan prospek usaha yang baik di sebuah negara, sehingga WNA akan datang dengan sendirinya dan tinggal di negara tersebut. 

Ada pun, kepastian hukum menjadi salah satu alasan bagi kepemilikan asing.

“Jadi, jangan dibolak-balik mind set-nya, bukan karena adanya aturan kepemilikan asing kemudian WNA akan datang. Tanpa adanya aturan kepemilikan asing yang baru pun, WNA akan datang bila ada kepentingan ekonomi dan usaha yang baik di Indonesia,” jelas Ali Tranghanda, CEO IPW, seperti dikutip dalam keterangannya, Senin 18 Januari 2016.

Dia menjelaskan, masalah kepemilikan asing ini cuma masalah waktu saja, pasti Indonesia akan menjadi incaran investasi properti asing untuk bersiap masuk ke Indonesia. 

Namun, Ali mengingatkan, sebelum berpikir mengenai kepemilikan asing, lebih bijak bila pemerintah memikirkan dulu nasib rakyat Indonesia, yang saat ini belum mempunyai rumah. Sebab, masih banyak pekerjaan rumah masalah perumahan rakyat.

"Jangan membanding-bandingnya dibukanya kepemilikan asing, dengan apa yang dilakukan dengan Singapura misalnya. Di sana, 80 persen penduduknya sudah memiliki rumah," tambahnya.

Selain itu, lanjutnya, banyak pihak yang memandang PP No.103/2015 tentang Pemilikan Hunian oleh Orang Asing seharusnya tidak hanya untuk WNA yang tinggal di Indonesia. Bila seperti itu, maka yang menikmati keuntungan jelas-jelas bukan orang Indonesia. 

Sebaliknya, Ali menilai, pembatasan pembelian properti hanya untuk yang tinggal di Indonesia, merupakan langkah proteksi negara untuk properti di Indonesia. 

Ali mencontohkan, bagaimana properti di China dan Dubai, yang beberapa kali terjadi bubble, sehingga harga properti riil turun, karena ternyata banyak pembeli properti hanya mengejar keuntungan investasi, namun tidak dihuni. 



RI belum siap

"Hal ini malah akan memberikan masalah baru nantinya. Dampak tanpa adanya pembatasan zonasi juga dikhawatirkan Indonesia Property Watch, mengingat saat ini Indonesia dipandang belum siap untuk bersaing dan dibukanya kepemilikan asing, bila pemerintah tidak bisa mengendalikan dan menjamin ketersediaan lahan untuk rakyat Indonesia, khususnya MBR (masyarakat berpenghasilan rendah)," ungkapnya.

Karenanya, Ali mengingatkan, pemerintah untuk segera membuat land banking (bank tanah) terlebih dahulu, sebelum berpikir dibuka kepemilikan asing. 

“Indonesia Property Watch tidak anti kepemilikan asing. Namun, sebelum berpikir untuk dibuka lebih luas, seharusnya kita sudah siap dengan instrumen yang dapat mengendalikan harga tanah untuk rakyat MBR. Sebelum itu siap, maka kepemilikan asing akan menjadi masalah baru nantinya, karena tidak ada yang menjamin harga tanah untuk rumah rakyat menjadi semakin tidak terjangkau,” ujarnya.

Dia mengatakan, alih-alih cuma berpikir kepemilikan asing, seharusnya pemerintah lebih berpikir mengenai bagaimana investasi asing di sektor properti dapat masuk lebih mudah ke Indonesia. 

Sebab, kata dia, dampaknya akan lebih signfikan dibandingkan hanya berpikir sempit mengenai kepemilikan asing. 

"Modal yang masuk untuk pengembangan properti dapat sekaligus memberikan stimulus bagi bergeraknya ratusan industri terkait, yang akan memberikan dampak positif bagi sektor riil," tambahnya. (asp)