'Tax Amnesty' Gagal, Utang Luar Negeri RI Bisa Bertambah

Ilustrasi uang rupiah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty berpotensi menghambat rencana pemerintah untuk memperluas basis pajak baru. Alhasil, imbasnya bisa terjadi penambahan utang luar negeri.

Direktur CITA, Yustinus Prastowo mengatakan, meskipun era automatic exchange of information (AEol) diberlakukan pada 2018 mendatang, hal ini tidak serta merta dapat menambah wajib pajak (WP) baru. Alasannya, peningkatan penerimaan pajak melalui perluasan WP baru membutuhkan proses yang tidak sebentar, jika tax amnesty tidak segera diberlakukan.

“WP akan terus menghindar dari kewajibannya dengan berbagai modus, sehingga Indonesia sebagai negara tidak akan dapat menambah penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan,” ujar Yustinus dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 Maret 2016.

Menurut Yustinus, era AEol membutuhkan regulasi pendukung, seperti keterbukaan informasi dalam negeri dari sistem perbankan, serta ketersediaan data dari otoritas pajak berbagai negara di luar negeri terhadap keberadaan aset warga negara Indonesia.

Dia menuturkan, jika otoritas pajak dalam negeri tidak bisa mendapatkan informasi keberadaan aset-aset tersebut, secara otomatis penerimaan pajak tidak akan bertambah secara signifikan. Imbasnya, kepada pembiayaan pembangunan akan mengandalkan utang luar negeri yang berpotensi semakin membesar.

“Kerugiannnya akan besar. Tidak dapat kewajiban pajak dan basis baru, kemudian mau tidak mau belanja dipangkas terus-menerus,” kata dia.

Dia menegaskan, pengampunan pajak ini tidak hanya berlaku bagi para pengusaha kaya raya, tetapi juga pada pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM). Dengah adanya tax amnesty, para pengusaha UKM yang mayoritas berasal dari sektor informal bisa masuk ke sistem ekonomi formal untuk kemudian bisa mengakses pembiayaan dari perbankan.
 
“Penundaan ini membuat kerugian lebih besar, ketimbang dampak positifnya. Selain menurunkan kredibilitas pemerintah, animo dan partisipasi WP pun akan rendah ke depannya.”
 
(mus)