Kejahatan Seksual Bisa Terjadi Pada Status Sosial Apapun

Diskusi Forum Legislasi dengan tema RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)
Sumber :

VIVA.co.id – Hari ini, Selasa 21 Juni 2016 Koordinatoriat wartawan parlemen DPR RI menggelar diskusi Forum Legislasi dengan tema RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Dalam diskusi ini hadir, Anggota Baleg DPR RI FPDIP Rieke Diah Pitaloka, Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherawati, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.

Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Rieke Diah Pitaloka menegaskan bahwa kejahatan seksual yang terjadi di Indonesia saat ini tidak hanya terbatas pada kelompok masyarakat tertentu saja.

“Dalam kasus-kasus kekerasan seksual yang kerap terjadi di Indonesia, korbannya bisa terjadi pada siapa saja, dimana saja dan status sosial apapun bisa terjadi. Kita bisa melihat kasus seperti ini juga terjadi pada orang dewasa laki-laki,” kata Rieke di DPR RI, Selasa, 21 Juni 2016.

Dari peristiwa-peristiwa terdahulu, lanjut Rieke, tidak tuntasnya penyelesaian kasus tersebut lantaran kerap munculnya kesepakatan pelaku dengan korban di luar ruang sidang. Sehingga, sanksi maksimal kerap tidak mampu menjangkau pelaku kejahatan seksual itu sendiri.

“Memang ada beberapa persoalan, seperti ketika gugatan yang dilakukan korban diselesaikan secara damai. Untuk itu dibutuhkan undang-undang yang mengatur soal ini. Undang-undang dengan substansi terkait devinisi kekerasan seksual itu apa,” jelas Rieke.

“Ini harus menjadi konsern bersama. Karena kita menjadi negara terbelakang jadinya. Pencegahan itu penting,” sambung Rieke.

Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Ariest Merdeka Sirait menegaskan bahwa pemerkosaan yang dilakukan secara bergelombol (lebih dari 1 orang) terhadap seorang anak masuk dalam katagori kejahatan kemanusiaan.

“Ini merupakan kejahatan kemanusiaan,” kata Ariest saat diskusi Forum Legislasi di Media Center DPR RI.

Untuk itu, lanjut Ariest, pihaknya sangat mendesak adanya undang-undang yang dapat dijadikan sarana penjatuhan sanksi maksimal bagi para pelaku pemerkosaan bergelombol tersebut.

“Ini bukan kenakalan remaja biasa. RUU ini harus segera mungkin mengatur secara detil. Bagaimana pidana pokoknya harus jelas. Yang ada sekarang tidak jelas pidana pokoknya, masih sangat lemah,” ujar  Ariest.

Menurut Ariest, Komas Perlindungan Anak butuh undang-undang ini. Indonesia saat ini darurat kejahatan terhadap anak. Tahun 2015 kita dihadapkan fenomen pemerkosaan bergelombol. Di India terjadi 4 tahun lalu, sekarang di Indonesia terjadi, kata Ariest.    (Webtorial)