NASA Gagal Amati Gerhana Matahari Total di RI
- VIVA.co.id/Muhammad Solihin
VIVA.co.id - Hari ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) meluncurkan ‘E-book the Eclipse, Catatan Peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT)'. Gerhana Matahari itu merupakan fenomena langka yang terjadi pada 9 Maret 2016.
Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin menjelaskan, E-book tersebut berisi rangkaian kegiatan dan hasil pengamatan dari Tim Gerhana Matahari Total Nasional yang menjadi dokumentasi dari perjalanan GMT empat bulan yang lalu.
“E-Book bisa dilihat pada website Lapan,” ujar jebolan doktor Astronomi Universitas Kyoto Jepang itu saat peluncuran di Gedung Lapan, Jakarta, Jumat, 5 Agustus 2016.
Thomas menjelaskan, fenomena yang tampak saat GMT secara saintifik sama saja dengan yang sebelumnya. Hanya, perbedaan terletak pada perkembangan alat pengamatan yang kini semakin canggih. Dengan bekal alat canggih, membuat pengamat bisa melihat fenomena langka itu dengan mata telanjang.
Dia mengatakan, ketika Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) turun mengamati GMT pada Maret lalu, mereka membawa alat barunya, Spektograf untuk meneliti atmosfer Matahari. Tim NASA membawa alat tersebut ke wilayah yang dilalui GMT di Maba, Maluku Utara.
“Hanya saja, sayangnya, saat pengamatan di Maba, terganggu oleh awan,” kata Thomas.
Sementara, syarat agar alat tersebut bisa melakukan pengamatan, salah satunya adalah bersih dari gangguan awan yang berlalu lalang. Akhirnya, Thomas menuturkan, Tim NASA pun akan mencoba lagi menggunakan alat tersebut saat GMT di Amerika tahun depan.
Jadi, Thomas menyimpulkan, fenomena GMT empat bulan lalu itu, secara saintifik sudah digali secara mendalam oleh para ilmuwan. Hanya, ilmuwan kini sudah dibekali alat yang lebih canggih.
“Kita mengupayakan mendapatkan informasi yang lebih rinci dengan meningkatkan sensitivitas alat yang kita gunakan,” ujar Thomas.
Diketahui, saat fenomena GMT, Thomas sebelumnya mengungkapkan, saat pemotretan Lapan menangkap benda angkasa seperti Planet Merkurius dan Planet Venus. Bahkan, saat GMT terjadi, bintang-bintang pun ikut bermunculan.
Sebagai informasi, pada fenomena GMT 9 Maret 2016, tercatat ada 12 provinsi di Indonesia yang dapat menyaksikan seluruh fenomena langka ini. Wilayah tersebut, yaitu Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Tujuh kota yang dilewati GMT adalah Bengkulu, Palembang, Samarinda, Palu, Tanjung Pandan, Pangkalan Bun, dan Ternate. Selain itu, sejumlah daerah lain di Indonesia juga bisa menyaksikan Gerhana Matahari Sebagian (GMS), antara lain Padang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Pontianak, Denpasar, Banjarmasin, Makassar, Kupang, Manado, dan Ambon