Banjir Stimulus Properti, Siapakah yang Menikmati?
- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id – Sektor properti yang menjadi salah satu motor perekonomian Indonesia sepertinya sudah disadari pemerintah dengan terus mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi. Langkah ini dipercaya memberikan stimulus bagi pelaku pasar properti untuk kembali bergairah.
Kebijakan tersebut, yaitu Dana Investasi Real Estate (DIRE) dengan single tax, aturan Loan to Value (LTV) menjadi 85 persen, larangan rumah inden untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kedua, dan pengurangan PPh Penjual untuk properti selain rusun sederhana dan rumah sederhana menjadi 2,5 persen dari lima persen.
Tak hanya itu, program pengampunan pajak, atau tax amnesty yang dijalankan pemerintah juga menyentuh properti. Di mana, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.122 tahun 2016 disebutkan bahwa dana repatriasi yang masuk ke bank persepsi dapat digunakan untuk membeli properti, baik tanah atau bangunan.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah memang secara langsung memberikan stimulus terhadap sektor properti, bahkan pelaku pasar di sektor properti diperkirakan sangat bergairah atas kebijakan ini.
Hal ini, tentunya memberikan potensi yang luar biasa pada sektor properti bentuk tanah, dan atau bangunan, selain aliran dana ke sektor properti lain, seperti saham properti yang juga diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dari indeks harga saham gabungan (IHSG).
Namun, Ali mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari kebijakan ini, di mana derasnya arus dana masuk ke properti yang mencapai 60 persen dari dana repatriasi yang masuk Indonesia bisa bahayakan sektor lainnya.
"Target pemerintah yang inginkan investor masuk ke infrastruktur harus diperhatikan benar, sebab dengan dibukanya sektor properti cukup luas, maka minat investor bisa berbelok ke sektor tersebut. Dengan demikian, target pemerintah bisa gagal," jelas Ali, dikutip dari keterangannya, Jumat 12 Agustus 2015.
Selain itu, dampak kurang baiknya dana-dana yang masuk ke sektor properti secara besar diperkirakan juga hanya dinikmati segmen atas. Sebab, nilai investasi lebih menguntungkan dan lebih mungkin tumbuh lebih tinggi dibandingkan segmen menengah bawah.
"Dengan kondisi ini, dampak nasionalnya terhadap kenaikan harga properti secara umum dan pada ujungnya harga tanah semakin tinggi dan pemerintah belum miliki instrumen pengendalian harga tanah seperti bank tanah. paling buruknya program sejuta rumah sulit tercapai pemerintah," tegas Ali. (asp)