Pembajakan di Sulu Filipina, Ancaman Serius Perdagangan Asia

Ilustrasi/Kelompok Militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id – Negara-negara di Asia tenggara saat ini terus bergulat melawan pembajak laut yang meningkat di seluruh kawasan. Kasus  kriminal ini jika terus dibiarkan menjadi ancaman serius bagi perdagangan kawasan dan tentunya terus meningkatkan jaringan teror di wilayah ASEAN.

Dilansir dari laman CNBC, pada Rabu 23 November 2016, disebutkan pada tahun ini aktivitas pembajakan kapal di laut Sulu, antara Filipina dan pulau Kalimantan telah mengganggu pergerakan sejumlah kapal dagang. Terlebih nilai kargo yang melintasi perairan tersebut mencapai US$40 miliar atau setara Rp538,9 triliun (kurs Rp13.473 per dolar AS).

Selain itu, pada perairan Sulu Filipina tersebut banyak sejumlah kapal barang yang berisi ekspor mineral seperti batu bara dari Indonesia yang nilainya mencapai US$700-US$800 juta atau setara Rp9,4-Rp10,7 triliun. Sehingga, nilai tersebut tentunya sangat besar sekali dibandingkan terlalu fokus melihat Trump dan buruknya kondisi China.  

Bahayanya pembajakan kapal di kawasan ini juga terlihat pada awal bulan ini di mana dua warga negara Jerman diserang saat berlayar dengan kapal pesiar mereka di dekat Sabah, Malaysia. Kemudian, akhir pekan lalu dua nelayan Indonesia diculik dan pada Oktober 2016 kapal Korea Selatan dibajak lalu kapten kapalnya di sandera.

Penyerangan ini, kemudian di sampaikan oleh militer Filipina berasal dari sekelompok militan Abu Sayyaf dari wilayah Mindanao Selatan. Pada tahun ini kelompok tersebut telah menerima pembayaran tebusan sebesar US$7,3 juta setara Rp98,4 miliar, dan berencana mendirikan negara merdeka berdasarkan hukum syariah di Mindanao.

Pengamat keamanan Asia Tenggara dari National War College, Zachary Abuza, mengungkapkan Abu Sayyaf sengata melakukan penculikan dan pembajakan untuk mendapatkan hasil keuangan secara cepat. Dana tersebut digunakan untuk membiayai operasi teror yang lebih luas di kawasan. 

Menurut dia, modus operandi kelompok ini adalah menargetkan kapal-kapal kecil untuk dibajak seperti kapal ikan, kapal tunda yang menarik tongkang batu bara karena kurangnya keamanan. Abuza menilai hanya kapal Korea Selatan kemarin saja yang besar dan itu jarang sehingga harus diwaspadai maksudnya.

Sebelumnya, atas ancaman di perairan Sulu tersebut, hubungan perdagangan Indonesia-Filipina sempat terganggu di mana, pemerintah Indonesia secara tidak langsung memberlakukan moratorium pengiriman batu bara, sehingga berdampak pada kerugian ekonomi di kedua negara. 

"Ini (pembajakan) merupakan masalah nyata untuk perdagangan regional. Terlebih saat ini ekonomi China melambat, perdagangan intra-regional menjadi semakin mendesak, sehingga ini harus menjadi celah untuk menyelesaikan bersama dalam komunitas Asia Tenggara, jangan sampai ini menjadi Somalia Baru," jelas Abuza.