Ini Tiga Bahan Uji Materi Permen Peta Industri Tembakau

Rokok menyala di atas asbak.
Sumber :
  • suara.com

VIVA.co.id – Komisi Nasional Pengendalian Tembakau mencatat ada tiga poin penting yang akan diajukan dalam permohanan keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63 tahun 2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2015-2020.

Pemimpin Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA), Todung Mulya Lubis, mengatakan isu penting yang dibawa dalam uji materi tersebut meliputi kepentingan kesehatan, anak, dan ketentuan pemberlakuan cukai. 

"Pertama, hak akan kesehatan. Ini telah dijamin oleh konstitusi, UU Kesehatan. Dan kita tidak mungkin mencapai, menjamin, kalau peningkatan produksi rokok itu dilakukan. Pasti kita alami gangguan ancaman dan jadi korban," ujar Todung dalam keterangannya di Menteng, Jakarta pada Selasa, 13 Desember 2016.

Kemudian, isu berikutnya adalah terkait hak anak untuk tumbuh berkembang menjadi generasi yang cerdas dan sehat guna membangun bangsa dan negara yang maju. 

"Anak-anak itu memiliki masa depan yang panjang. Lingkungan hidup mesti diselamatkan untuk anak, bersih polusi agar bisa tumbuh dengan sehat. Cuma perokok anak di Indonesia nomor satu di dunia. Perokok di Indonesia nomor tiga, setelah China dan India. Bayangkan kalau perokok anak kita lebih banyak dari China dan India," kata Todung. 

Lalu, ia mengatakan bahwa prinsip cukai tidak efektif untuk mengendalikan jumlah perokok Indonesia. Pasalnya, peningkatan tarif cukai rokok untuk meningkatkan pendapatan negara hanya membuat ketergantungan dalam negeri terhadap industri rokok. 

"Penetapan cukai sudah salah. Dia seharusnya untuk tekan pembeli rokok, tapi kita beranggapan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) negara akan naik dengan cukai. Ini salah kaprah. Kami ingin ini dikoreksi," ucapnya. 

Perlu diketahui, target Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan pada 2017 terkait pendapatan terhadap cukai hasil tembakau meningkat 5,8 persen atau menjadi Rp8,18 triliun. 


(ren)