Akibat Terlalu Baper, Korban UU ITE Pun Terus Melonjak
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id – Lembaga pemerhati kebebasan ekspresi, Southeast Asia Freedom of Expression Network mencatat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah menjerat 225 orang. Namun, dari total korban tersebut hanya 177 orang yang tercatat karena berkasnya lengkap.
Relawan SAFEnet, Daeng Ipul memaparkan, korban UU ITE tersebut dihitung dari 2008. Meski demikian, dari tahun ke tahun angka pelaporan terkait kasus UU ITE terus mengalami peningkatan.
"Dibandingkan tahun 2015, jumlah pelaporan itu hanya 29 yang terverifikasi dan 14 belum terverifikasi. Sedangkan tahun 2016, ada 77 laporan terverifikasi dan 14 belum terverifikasi. Jadi, ada dua kali lipat jumlah pelaporan karena UU ITE ini," ungkap Ipul usai diskusi 'Dinamika UU ITE Pasca Revisi' di Jakarta, Rabu 28 Desember 2016.
Dari keseluruhan, 117 korban UU ITE yang tercatat dari 2008 sampai 15 Desember 2016 ini, 33 orang atau 18,4 persen di antaranya kaum perempuan dan 144 orang atau 81,5 persen korbannya adalah pria.
Bila menelisik dari profesi pelapor, maka lebih banyak berasal dari kategori penguasa dengan jumlah 65 orang atau mencapai 36,72 persen. Kategori penguasa yang dimaksud ini, yaitu seperti bupati, wali kota, anggota DPR/DPRD, dan lainnya.
Kemudian, profesi pelapor lainnya diikuti oleh kalangan profesional seperti dokter dan pengacara dengan jumlah 39 pelapor atau 22 persen. Lalu di belakangnya warga biasa ada 33 pelapor atau 18,6 persen dan pengusaha ada tiga pelapor atau 1,69 persen.
"Penguasa dan yang punya uang itu lebih gampang baper (bawa perasaan), lebih mudah lapor. Kalau ditingkat warga biasa, mereka cuma saling maki-makian di Facebook, tapi tidak berujung ke pengadilan. Tapi mereka yang punya banyak uang diteruskan ke pengadilan," tutur Ipul
Sementara itu dilihat dari tahun ke tahun, pelaporan korban UU ITE terus mengalami pertumbuhan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh SAFEnet, tiga laporan (2008), satu laporan (2009), dua laporan (2010), tiga laporan (2011), tujuh laporan (2012), 20 laporan (2013), 35 laporan (2014), 29 laporan terverifikasi dan 34 laporan belum terverifikasi (2015), dan 77 laporan terverifikasi dan 14 belum terverifikasi.