Ada Pabrik Semen di Rembang, Ini Sebabnya

Pabrik semen di Rembang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

VIVA.co.id – Pembangunan pabrik semen di pegunungan Kedeng Utara, Rembang, Jawa Tengah, terus menjadi perhatian publik saat ini. Sebab, dua kubu yang bertentangan atas pembangunan pabrik ini, yaitu PT Semen Indonesia Tbk, dan para warga pegunungan Kendeng saling mengklaim bahwa dirinya yang paling benar.

Lalu, bagaimanakah sejarahnya kenapa pabrik semen tersebut dibangun di Rembang?

Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso mengungkapkan, pabrik semen Indonesia yang ada di Rembang tersebut, sudah dibangun sejak empat tahun yang lalu, tepatnya akhir 2012. Di mana saat itu, pabrik tersebut dibangun untuk mendukung permintaan semen nasional yang semakin meningkat.

Menurut dia, saat itu hampir semua pabrik semen di Indonesia, berlomba-lomba meningkatkan kapasitasnya, guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Bahkan, saat itu prediksinya pertumbuhan permintaan semen di Indonesia, dapat mencapai di atas 10 persen per tahun.

"Waktu itu prediksinya kebutuhan semen nasional tumbuh di atas 10 persen per tahun, sehingga banyak pabrik tingkatkan produksinya. Tetapi, ternyata dalam empat tahun ini, justru pertumbuhannya semakin turun dari 17 persen sekarang hanya 3,3 persen dan bahkan 2016, tak ada kenaikan," jelas Widodo kepada VIVA.co.id, Jumat 24 Maret 2017.
 
Atas kondisi tersebut, dia menuturkan, produksi semen di Indonesia akhirnya over capasity, sehingga seluruh pabrik semen melakukan ekspor besar-besaran untuk menutup produksi. Bahkan, untuk tahun ini, ASI menargetkan ekspor semen mencapai empat juta ton.

Adapun data ASI pada 2016, menyebutkan total kapasitas produksi semen di Indonesia mencapai 92,7 juta ton. Sementara itu, permintaan di pasar dalam negeri hanya mencapai 65 juta ton. Dengan demikian, ada kelebihan produksi semen nasional yang mencapai 27,7 juta ton.

Widodo mengungkapkan, dengan melakukan pembangunan pabrik semen tersebut, sebenarnya industri sedang menyiapkan stok permintaan semen yang bisa meningkat sewaktu-waktu, karena rencana pembangunan infrastruktur pemerintah yang gencar saat ini. Terlebih, pada tahun ini ada proyek infrastruktur mencapai Rp500 triliun dikerjakan.

"Tahun ini, kami perkirakan permintaan semen dapat mencapai 60-65 juta ton, atau tumbuh sekitar 4-5 persen, dan jika infrastruktur makin kencang hingga 2019, kami perkirakan akan tumbuh rata-rata per tahun sebesar 6-7 persen," tegasnya.

Untuk itu, ia meminta kepada semua pihak untuk melihat sejumlah hal positif yang bisa diambil dari sebuah pabrik semen. Karena dalam 30 tahun berkiprah di bidang semen, Widodo mengaku tak pernah melihat pabrik semen menelantarkan petani. Bahkan, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)nya, justru membantu petani dari peningkatan jumlah pupuk dan kesejahteraan.

"Kalau ada pabrik akan serap lapangan kerja 1.000 orang dan itu bagus, income bagus. Lalu, pendapatan pemerintah daerah bisa naik. Untuk itu, bagi yang menolak sebaiknya lihat dahulu studi pabrik semen yang sudah ada, kasih kesempatan dulu beroperasi dan bila mengganggu baru disetop," ujarnya.

Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Bambang Prijambodo mengungkapkan, pembangunan pabrik semen saat ini memang sangat diperlukan, guna memenuhi kebutuhan semen nasional untuk pembangunan infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, ke depan perlu menjadi perhatian pula bagi industri untuk mengakomodasi masyarakat setempat dan lingkungan. Sebab, masalah bahan dari semen itu ada di daerah sehingga perlu pendekatan secara menyeluruh. "Defisit infrastruktur kita besar, kepentingan nasional ada, tetapi akomodasi masyarakat dan lingkungan juga penting," jelasnya. (asp)