Tugas Pemilu Raya 2019 Berat, Regulasi Molor

Ketua Komisi Pemilihan Umum RI, Arief Budiman.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar GM

VIVA.co.id – Komisi Pemilihan Umum di bawah kepemimpinan Arief Budiman sudah menghadapi tugas berat saat baru memulai periode kerjanya. Tak hanya menyiapkan pemilu, Arief dan instansinya juga harus mengupayakan kelancaran pemilihan raya serentak 2019 – yang merangkai pemilu legislatif dan pemilu presiden pada hari yang bersamaan. Ini bakal menjadi yang pertama dalam sejarah Indonesia.

Namun, dalam merancang persiapan pemilu 2019, KPU sudah punya kendala. Salah satunya harus bersabar karena molornya penyelesaiaan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu di DPR. Pembahasan RUU Pemilu oleh Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu tak kunjung rampung. Beberapa isu krusial membuat pembahasan menjadi alot. Jika undang-undang tersebut rampung, KPU juga nanti bakal kerja keras dengan sisa waktu yang ada.

Sadar dengan kondisi yang tak mendukung, KPU pun sudah menyiapkan langkah antisipasi. Misalnya mempersiapkan draf estimasi untuk menyesuaikan isi kerangka Undang-Undang Pemilu.

Bukan tugas yang mudah menggelar pemilu legislatif dengan pemilu presiden secara berbarengan pada hari yang sama untuk pertama kalinya. Ada kekeliruan sedikit, caci maki akan tertuju ke lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU.

Sebagai nakhoda baru KPU, Arief bercerita tentang pekerjaan rumah yang dihadapi lembaga yang dipimpinnya dalam lima tahun ke depan. Sebelum Pemilu Serentak 2019, KPU pengurus baru akan “dipanaskan” dulu dengan Pilkada serentak tahap ketiga pada Juni tahun depan.

Arief sudah banyak "makan asam garam" dalam mengurus Pemilu, baik di tingkat nasional maupun daerah. Sebelum menjadi anggota KPU Pusat periode 2012-2017, dia delapan tahun berkiprah di KPUD Jawa Timur dari 2004 hingga 2012. Berbekal pengalamannya selama 15 tahun mengabdi di komisi pemilu, baik di tingkat daerah maupun pusat, Arief kembali mencalonkan diri di KPU Pusat dan terpilih lagi. Bahkan, kali ini, dia menjadi Ketua KPU Pusat periode 2017-2022.

Maka, dia tahu persis luar dalam soal mekanisme dan masalah yang dihadapi Indonesia dalam menyelenggarakan Pemilu saat bertemu dengan VIVA.co.id, di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, belum lama ini. Selain persiapan Pemilu, sejumlah isu lain turut disinggung – mulai harapan KPU kepada DPR sampai kondisi pasca Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. Berikut petikan wawancaranya.

Tantangan lima tahun ke depan KPU di bawah kepemimpinan Anda akan seperti apa?

Pertama, kita punya pekerjaan jangka pendek ya, jangka menengah, jangka panjang. Jangka pendek ini kita selesaikan pekerjaan-pekerjaan pelaksanaan Pilkada 2017. Ini kan masih ada PSU (pemungutan suara ulang, red), PSU karena aturan konstitusi dan rekomendasi dari panwas terutama di beberapa wilayah Papua, Sulawesi Tenggara.

Kemudian, yang kedua jangka menengah itu Pemilu 2018, 171 daerah, sekarang kita sedang membuat rancangan peraturan KPU untuk Pilkada 2018. Kita mempersiapkan banyak hal termasuk perencanaan dan anggarannya. Apa yang sudah kita kerjakan di Pilkada 2015 dan 2017. Itu catatan-catatan pentingnya kita gunakan untuk evaluasi harus melaksanakan apa untuk Pilkada 2018.

Jadi, beberapa hari ini kita kebut untuk melakukan itu. Bulan Juni minggu kedua akan melaksanakan launching pelaksanaan Pilkada serentak 2018.

Nah, jangka panjang untuk Pemilu serentak 2019. Ini jauh lebih berat, jauh lebih besar pekerjaannya. Secara teknis, lebih bayak pekerjaannya, karena digabungkan dengan pemilihan presiden, tapi juga regulasinya juga berubah.

Bagaimana penantian regulasi Pemilu 2019 yang masih molor?

Regulasi yang berubah ini yang sampai saat ini kita tunggu penyelesaiannya. Ya, RUU Pemilu. Kita makin tidak punya waktu luang kalau apa namanya revisi Undang-Undang Pemilu ini penyelesaiannya molor terus.

Kami beberapa kali bertemu dengan pemerintah dan DPR. Idealnya kalau ideal ya revisi ini tahun lalu sudah diselesaikan. Tapi, kan faktanya sampai saat ini belum bisa diselesaikan.

Beberapa hal jadi perhatian kita, misalnya perhitungan waktu, pemungutan suara, perhitungan suara, sampai rekapitulasi. Kedua, hal teknis terkait pelaksanaan kampanye karena pemulu legislatif akan bersamaan dengan pemilu presiden. Tantangannya tentu beda-beda. 2017 kita tinggal selesaikan laksanakan, putusan-putusan hasil sengketa dan rekomendasi panwas.

Kemudian, 2018, regulasinya secara umum tidak diubah. Kecuali PKPU kita siapkan, bagaimana kita sesuaikan atas perbaikan-perbaikan yang kemarin ada catatan dari kita. 2019, nah ini yang betul-betul jadi catatan dengan cermat, harus kita lihat secara detail karena salah kita mengantisipasi dalam merencanakan, dalam membuat anggaran, dalam pengimplemantasikan itu 2019.

Catatan-catatan itu akan jadi pekerjaan rumah KPU?

Beberapa catatan tadi itu soal sistem pemilunya. Kita kan belum tahu nih. Itu masih diperdebatkan. Apakah terbuka, tertutup, atau terbuka terbatas karena itu mempengaruhi global teknis. Kemudian, pemungutan suara sampe rekap, sedangkan diwacanakan ini, kan rekap itu dilaksanakan langsung setelah proses perhitungan di TPS langsung dibawa ke kabupaten/kota untuk direkap. Teknisnya bagaimana? Nah, kita sedang merancang dengan simulasi beberapa hal.

Beberapa hal yang akan kita teruskan dalam catatan baiknya adalah pekerjaan besarnya adalah kita sudah merancang master IT kita. Nanti, akan lebih terintegrasi, sistem informasi kita. Ada sidalih (sistem informasi data pemilih), situng (sistem informasi penghtungan suara), silog (sistem informasi logistik), ada macam-macam.

Ini semua akan kita integrasikan dalam master plan kita. Ini yang belum selesai. Ini yang akan kita lanjutkan termasuk juga kekurangan yang belum terselesaikan. Termasuk sipol (sistem informasi partai politik), kita sudah mengundang partai politik untuk hadir di sini. Kemudian, sidalih, kita sudah ada catatan. Situng juga ini ke depan akan diperbaki. Pekerjaan berat ini. Apalagi penyelesaiannya apa karena regulasinya juga agak molor.

Arief Budiman (kanan), saat melakukan simulasi pemungutan suara. (Foto: VIVA.co.id / Ade Alfath)

Kesalahan sedikit saja, KPU akan jadi sorotan. Apakah itu tekanan besar bagi Anda?

Kalau soal prestasi besar orang sedikit saja apresiasi itu sudah biasa. Tapi, kalau salah sedikit yang mencaci maki itu banyak juga sudah biasalah. Kita hadapi, yang penting prinsip kita bangun team work yang solid. Sesolid apa yang kita bangun dalam periode lalu. Kita harus belajar dari KPU periode kemarin. Yang baik akan kita teruskan untuk periode yang ini.

Satu tim yang solid, transparansi, kepercayaan publik terhadap pemilu kemarin terus meningkat. Meningkatnya ini harus kita jaga dengan apa? Dengan transparansi banyak hal yang mudah diakses. Kemudian, kita bangun integritas. KPU ini banyak sekali, tapi tidak diantara tidak banyak diajukan. KPU sekarang lebih banyak berperan aktif.

Kalau sekarang ada penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas dan tak berrtika, kita tidak perlu orang melaporkan ke DKPP, tapi KPU juga bisa mengoreksi sendiri, kalau perlu kami yang melaporkan ke DKPP. Itu kami yang perlu mengawali proses internal dulu. Memonitoring, memberi pembinaan kepada mereka.

Itu yang akan kami terapkan. Tapi, kalau dengan cara ini juga masih tidak mempan, belum bisa perbaiki mereka, dengan melapor ke DKPP, itu akan kami lakukan.

Selanjutnya, Fenomena Pilkada Jakarta