Pajak Pertambahan Nilai RI Paling Rumit di Dunia

Kantor Ditjen Pajak di Jakarta.
Sumber :
  • REUTERS/Iqro Rinaldi

VIVA.co.id – Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diharapkan segera dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Revisi itu perlu dilakukan untuk mengoptimalisasi penerimaan negara usai program pengampunan pajak.

“Di semester II ini tidak ada lagi penerimaan dari tax amnesty, seperti semester II-2016. Jadi kita harus melakukan intensifikasi penerimaan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama DPR di Jakarta, Senin 12 Juni 2017.

Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, mengungkapkan revisi UU KUP yang mencakup aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memang sekaligus bertujuan menghapus stigma beberapa lembaga keuangan internasional, yang memandang kebijakan PPN di dalam negeri terlalu rumit.

Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia merupakan dua lembaga donor yang berpendapat bahwa kebijakan PPN nasional relatif rumit. Misalnya, dari sisi proses administrasi kebijakan terlalu menumpuk, yang berpotensi menimbulkan adanya kelemahan dalam sistem administrasi pemerintah.

“Menurut IMF dan World Bank, kita adalah negara paling rumit dari sisi kebijakan PPN, karena banyak sekali memberikan pengecualian," tegas Ani.

Selain itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu berharap parlemen segera mengesahkan rencana perluasan objek barang kena cukai, yakni cukai plastik, dan merumuskan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang masih perlu diklarifikasi dalam rangka menggenjot penerimaan perpajakan negara.

“Kami juga meminta kepada Ditjen Pajak dan Bea dan Cukai agar memperkuat program bersama untuk identifikasi penerimaan. Kami akan terus memperbaiki pemantauan pita cukai, menerbitkan jasa kepabeanan dan cukai yang lebih banyak risiko dibandingkan positifnya,” ujar dia. (ren)