Mendag Ogah Bicara Banyak Soal Tukar Komoditas dengan Sukhoi

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Raudhatul Zannah

VIVA.co.id – Pemerintah dalam waktu dekat akan melakukan pertukaran sejumlah produk ekspor strategis seperti kopi, teh, minyak kelapa sawit dengan 11 Sukhoi SU-35. Bahkan, pemerintah pun akan mengikutsertakan produk industri strategis pertahanan sebagai bagian dari kesepakatan.

Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Badan Usaha Milik Negara Rusia, Rostec, dengan perusahaan pelat merah nasional, PT Perdagangan Indonesia. Rencana pembelian pesawat tersebut, untuk menggantikan armada F-5 Indonesia yang sudah usang.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ketika dikonfirmasi perihal kesepakatan tersebut enggan berbicara banyak. Menurutnya, alangkah baiknya rencana pertukaran tersebut disampaikan tidak hanya dari otoritas perdagangan, melainkan juga otoritas pertahanan.

“Nanti sama Pak Menteri Pertahanan (Ryamizard Ryacudu). Nanti ya,” kata Enggartiasto, Jakarta, Kamis 10 Agustus 2017.

Sebelumnya, otoritas perdagangan menilai, kesempatan imbal dagang yang dilakukan terbuka lebar, lantaran Rusia tengah menghadapi embargo perdagangan dari Amerika Serikat, Uni Eropa, serta sekutu lainnya terkait isu keamanan dan teritorial. Akibatnya, negara tersebut memerlukan sumber alternatif.

Menurut Enggartiasto, kedua belah pihak memiliki peluang untuk meningkatkan kerja sama ekonomi karena saling melengkapi. Indonesia menawarkan kerja sama di bidang nabati, produk makanan dan kehutanan, serta produk industri pertahanan dalam kesepakatan tersebut.

Rusia memang menawarkan sejumlah produk tinggi seperti peralatan pengatur lalu lintas udara, sampai dengan pesawat penumpang sipil. Bahkan, negara tersebut menyatakan minatnya untuk menanamkan modal di sektor energi nasional, serta mengikuti kegiatan pengadaan oleh pemerintah.

“Ini peluang yang tidak boleh hilang dari genggaman kita. Potensi hubungan ekonomi yang memanfaatkan situasi embargo dan kontra embargo ini melampaui isu perdagangan dan investasi yang biasa karena kita melihat peluang di bidang lainnya,” kata Enggartiasto melalui keterangan resminya beberapa waktu yang lalu.

Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Rusia sejauh ini masih relatif rendah. Pada tahun 2012, total perdagangan kedua negara hanya tercatat sebesar US$3,4 miliar, dengan defisit di pihak Indonesia sebesar US$1,6 miliar. Nilai perdagangan dan defisit serupa terjadi pada 2013, sebelum perdagangan bilateral menurun US$2,6 miliar pada 2014.

Pada tahun 2015, perdagangan bilateral kedua negara pun kembali mengalami penurunan menjadi US$1,9 miliar, yang dibarengi perbaikan dalam posisi neraca bagi Indonesia. Pada tahun 2016 lalu barulah perdagangan kedua negara bisa menghasilkan surplus bagi Indonesia sebesar US$411 juta.