Sri Mulyani: Pajak Freeport ke Depan Tak Mengacu UU Minerba

CEO Freeport McMoran Richard Adkerson (Kiri), Sri Mulyani (Tengah), dan Ignasius Jonan (Kanan).
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVA.co.id – Skema perpajakan PT Freeport Indonesia, menjadi salah satu poin penting yang dinegosiasikan dengan pemerintah. Ini masih menjadi perseteruan, apakah akan menggunakan skema prevailing, yaitu ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini, atau menggunakan skema nail down yang sesuai dengan kontrak awal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya masih mengkaji skema perpajakan yang akan diterapkan bagi perusahaan tambang asal Paman Sam tersebut.

Kendati demikian, Sri menegaskan, skema perpajakan tidak hanya mengacu pada Undang-undang Mineral dan Batu bara (UU Minerba), melainkan juga akan mengacu pada Undang-undang Perpajakan.

"Kita akan liat dari berbagai peraturan perundangan terkait yang nail down, tetapi lebih ke komposisi rate. Terus, akan melihat, agar kesesuaian perundangan akan tetap bisa di lakukan. Karena, nanti bukan lagi kontrak, tapi izin usaha. Jadi, bukan cuma mengacu ke UU Minerba, tapi juga ke UU PPh dan UU Pajak Daerah," ujar Sri Mulyani di kantor Kementerian ESDM, Selasa 29 Agustus 2017.

Lebih lanjut, Menkeu pun mengatakan, pihaknya menekankan agar penerimaan negara dapat lebih besar, setelah PT Freeport Indonesia berubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hal ini pun telah diatur dalam Undang-undang Mineral dan Batu bara nomor 4 Tahun 2009

"Seperti saya sampaikan, prinsipnya berbasis UU Minerba, di mana penerimaan negara dari IUPK harus lebih besar dari KK," katanya.

Menkeu mengatakan, komposisi penerimaan negara itu mulai dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Royalti, PPh, PPN dan pajak daerah. Dan, hal-hal yang sekarang dilakukan pemerintah adalah pembenahan dalam level teknis dan legal agar kepastian kenaikan penerimaan negara dapat terjaga.

"Kami sedang bekerja bagaimana untuk menetapkan ini dalam konteks perpanjangan operasi," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. (asp)