Struktur Cukai Rokok Dipangkas, Persaingan Bisnis Lebih Adil
VIVA – Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau diproyeksi dapat mendongkrak penerimaan negara.
Penyederhanaan struktur tarif itu juga bakal berdampak positif bagi persaingan usaha di industri tersebut. Karena, penggolongan kategori pengusaha rokok menjadi lebih sederhana dan jelas.
“Dengan adanya penggabungan batasan produksi rokok mesin ini, persaingan di industri lebih baik,” kata anggota DPR RI Komisi XI Amir Uskara dikutip dari keterangan resminya, Rabu 13 Desember 2017.
Amir mengungkapkan, aturan itu tersebut bisa diterima DPR karena sudah mempertimbangkan banyak aspek. Salah satunya, mengenai penggabungan batas produksi untuk rokok mesin yang nantinya akan berlaku di 2019.
“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sangat jeli dan ini sangat patut kami apresiasi,” lanjutnya.
Di dalam PMK tersebut, pemerintah secara resmi juga telah mengatur road map penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau. Struktur tarif akan disederhanakan mulai 2018 hingga 2021.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai mengungkapkan bahwa kebijakan penyederhanaan struktur dimaksud dilakukan secara bertahap, mempertimbangkan persiapan dan masa transisi. Skenario penyederhanaan berturut-turut pada 2018-2021 adalah menjadi 10 layer, 8 layer, 6 layer, dan 5 layer.
Sementara itu, pengamat perpajakan Yustinus berpendapat, dengan simplifikasi tarif, selain penerimaan nanti akan lebih baik, pengawasan juga akan lebih mudah, dan menciptakan kontrol yang lebih baik.
“Penyederhanaan sudah tepat. Karena kalau strukturnya lebih simpel, lebih sederhana,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan resmi menetapkan kenaikan tarif cukai rokok tahun 2018 di kisaran 10 persen. Ketentuan itu tercantum dalam PMK tersebut yang berlaku 1 Januari 2018.