Produksi Padi Bisa Menyusut karena El Nino dan Bencana

Petani merontokkan padi hasil panen
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

VIVA – Musim kemarau yang panjang diyakini akan berdampak terhadap produksi padi nasional. Terlebih fenomena El Nino yang bakal terjadi pada November 2018 hingga Maret 2019, diperkirakan membuat produksi pangan khususnya padi makin tergerus. 

Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Khudori mengatakan, kemarau panjang yang diikuti El Nino jelas bukan situasi yang bersahabat bagi pertanian padi. Sebab, padi merupakan komoditas yang membutuhkan banyak air dalam pengembangannya. 

“Padi itu salah satu tanaman pangan yang membutuhkan banyak air,” ujar Khudori dalam keterangannya, dikutip Minggu 14 Oktober 2018.

Ia menuturkan, curah hujan yang akan menyusut di musim kemarau disusul dengan adanya El Nino,  membuat sawah-sawah yang mengandalkan perairannya dari air hujan, berproduksi tidak optimal. 

Ditambah lagi, kata dia, daerah-daerah terdampak bencana seperti Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat yang merupakan lumbung padi yang produksi mencapai 3 juta ton setiap tahun diperkirakan tidak akan optimal untuk panen tahun depan.

“Kalau rusak setengahnya saja, bisa kehilangan potensi 1,5 juta ton padi,” kata Khudori.  

Untuk itu, Khudori masih meragukan klaim Kementan bahwa kekeringan dan bencana tak pengaruhi stok pangan nasional. Sehingga, keabsahan data produksi Kementerian Pertanian patut dipertanyakan. 

“Dari beberapa lembaga menyatakan, koreksi terhadap produksi padi itu ada yang 13 persen, 17 persen, sampai 37 persen.” 

Senada, Pengamat Pertanian dari Universitas Gadjah Mada Andi Syahid Muttaqin mengatakan, kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini memang sangat unik, di mana utara khatulistiwa memang tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan. 

Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India. 

Pakar agroklimatologi ini memperkirakan, musim kemarau panjang karena Munson India bisa berakhir di 10 harian pertama November. Tapi, di saat bersamaan, pada waktu yang sama sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan.

Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. Di mana kekeringan tersebut sangat mungkin menimpa 28 provinsi yang ada di Tanah Air.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, produksi padi dan stok beras di musim kering atau paceklik Juli, Agustus dan September dipastikan aman.

Hal itu, kata Amran dilakukan dengan upaya meningkatkan strategi produksi beras di saat musim paceklik tiba. Salah satunya adalah memperluas jangkauan jumlah Luas Tambah Tanam (LTT) menjadi 1,5 juta hektare.

Menurut dia, dengan LTT sebesar 1,5 hektare, pihaknya dapat memperoleh produksi padi sebanyak enam ton per hektare dan gabah sebanyak tiga ton. Sehingga, jal itu bisa mengendalikan defisit beras 1,1 juta ton dengan perkiraan kebutuhan beras per bulan 2,6 juta. (mus)