Akses Air Bersih RI Baru 68 Persen, Intip Rencana Aksi Bappenas 

Ilustrasi penjualan air bersih
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dede Rizky Permana

VIVA – Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terkait ketahanan air dengan kementerian dan lembaga terkait, Senin 8 April 2019. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, rapat membahas perbaikan infrastruktur dasar air bersih.

"Kita melihat bahwa pada 2018 kemarin, akses air bersih atau air minum layak itu baru sekitar 68 persen, dan yang melalui pipa hanya 20 persen," kata Bambang di Kantor Wapres di Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin 8 April 2019.

Kepala Bappenas ini menyebut pemerintah mempunyai rencana pembangunan 10 juta sambungan air bersih rumah tangga. Yakni dalam periode lima tahun ke depan.

"Yang nantinya dari sisi kami di Bappenas akan menjadi bagian rencana pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024," ujar Bambang.

Menurut dia, fokus pada ketahanan air ini juga sudah terlihat. Salah satunya dari program yang difokuskan untuk air baku, bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Salah satu program yang kita fokuskan untuk air baku, nanti Pak Menteri PU bisa menjelaskan, misalnya pembangunan bendungan yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia," kata dia.

Salah satu perbaikan kualitas air baku tersebut yakni penanganan Sungai Citarum atau proyek Citarum Harum. Pemerintah juga telah membangun beberapa Sistem Penyediaan Air Minum atau SPAM yang besar.

Sedangkan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan ada beberapa program penyediaan lebih banyak air dengan air baku yang baru. Yakni dari sungai-sungai tercemar yang perbaiki, pembangunan bendungan-bendungan baru dan tampungan-tampungan baru lainnya.

"Ataukah dengan membangun SPAM yang baru, ataukah revitalisasi SPAM, karena juga ada air baku yang belum terpakai sehingga kita membutuhkan kapasitas lebih dari SPAM," kata Basuki.

Terkait kebocoran air, Basuki menyebut masih ada pipa-pipa peninggalan penjajahan Belanda yang harus diperbarui. Menurutnya hal itu akan menghabiskan banyak biaya.

"Karena pipa-pipa yang sudah lama umurnya, yang ada tinggalan Belanda segala itu harus diperbaiki dan itu butuh biaya besar. Itu yang namanya investasi bukan belanja," ucap Basuki.