Milenial Mulai Dominasi Pembelian Surat Utang Pemerintah, Ini Faktanya

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetyo

VIVA – Generasi milenial semakin meminati instrumen investasi surat utang pemerintah atau Surat Berharga Negara/SBN ritel. Pemerintah pun semakin optimistis mencari utang untuk pembiayaan anggaran kepada masyarakatnya sendiri ketimbang kepada investor asing.

Sebagai mana diketahui, pemerintah telah menerbitkan surat utang atau SBN ritel sebanyak enam kali hingga pertengahan tahun ini. Teranyar, seri SBR0007 telah mulai dilelang pada hari ini, Kamis 11 Juli 2019, dengan target pengumpulan dana sebesar Rp2 triliun dari masyarakat Indonesia. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengatakan, melalui penerbitan enam SBN ritel tersebut, pembiyaan APBN yang dikhususkan dari masyarakat domestik telah mencapai Rp33 triliun. Capaian itu hingga Juni 2019 dari target keseluruhan tahun ini sebesar Rp80 triliun.

Menurut dia, dari besaran itu, generasi milenial telah mulai mendominasi pembelian instrumen surat utang tersebut. Itu disebabkan pembelian yang dilakukan sudah melalui mekanisme online, sehingga mudah dijangkau masyarakat dari berbagai kalangan.

"Kita punya fitur obligasi pemerintah ini adalah satu aman, dua suku bunga tetap menarik, ada flooting with floor, ketiga mudah. Alhamdulilah ternyata kalau kita lihat respons minatnya, generasi milenial tadi ternyata sangat besar, didominasi milenial," kata dia di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis 11 Juli 2019.

Dia menjabarkan, dari enam jenis SBN yang ditawarkan sejak awal tahun, yakni Saving Bond Ritel seri SBR0005, SBR0006 dan SBR0007, Sukuk Tabungan seri ST003 dan ST006, serta Sukuk Ritel seri SR011, 52 persen pembelian didominasi kalangan muda, sedangkan sebelumnya hanya mencapai 15 persen.

"Artinya itu memang tujuan kita untuk memperluas investor base khususnya untuk generasi milenial menjanjikan," ungkap dia.

Dengan perkembangan itu, Luky mengaku optimis bahwa pembiayaan defisit anggaran ke depannya tidak lagi perlu dilakukan pemerintah untuk mencarinya dari masyarakat asing. lantaran masyarakat Indonesia sendiri, khususnya kalangan muda, sudah banyak yang berminat membantu pemerintah membiayai anggaran.

"Memang ini masih bertahap tapi setidaknya dalam setahun pertama ini sudah kita lihat kemajuannya sangat-sangat menjanjikan. Ini kan penerbitan untuk budget financing, pembiayaan anggaran kita, kan paling besar anggaran untuk pendidikan dan infrastruktur," ungkap dia.