Mantan Direktur Blak-blakan Kondisi Jiwasraya hingga Amarah Nasabah

Kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda Jakarta
Sumber :
  • FOTO ANTARA/Galih Pradipta

VIVA – Kasus PT Asuransi Jiwasraya mengalami masalah keuangan dan utang triliunan rupiah. Pemicunya, menurut Direktur Jiwasraya Hexana Tri Sasongko karena iming-iming imbal hasil tinggi dari produk JS Plan. 

Sementara mantan Direktur Keuangan Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo menyatakan bahwa perusahaan asuransi pelat merah itu sudah tidak sehat sebelum tahun 2008. Pihaknya kala itu sudah menyampaikan keadaan tersebut kepada pemegang saham, yakni Kementerian BUMN dan regulator. 

"Jadi memang warisan yang terdahulu sudah ada dan kami duduk dengan Bapepam LK waktu itu," kata Hary dalam acara Indonesia Lawyers Club di tvOne, Selasa malam, 7 Januari 2020, dikutip dari VIVA.

Kementerian BUMN pun meminta untuk menyelamatkan Jiwasraya dengan berbagai cara, namun jangan sampai upaya tersebut membuat gaduh. Karena itu, di tengah kondisi shortfall atau kekurangan penerimaan mencapai Ro6,7 triliun, perusahaan tetap melakukan bisnisnya supaya arus kas berjalan. 

"Karena apa kami meneruskan warisan yang lama dan kami tidak ingin mencederai kepercayaan pemegang polis," imbuhnya.

Saat itu, jumlah pemegang nasabah polis Jiwasraya mencapai 3 juta. Ada tiga skenario untuk menyelamatkan perusahaan saat itu, yakni menyuntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN), menerbitkan obligasi tanpa bunga atau kombinasi dengan dua cara tersebut.

"Kami paham bahwa kondisi negara tidak mungkin semudah itu menggelontorkan uang untuk menyelamatkan Jiwasraya tanpa ada alasan yang mendasar. Kondisi bahwa tahun 2008 selain kami sudah ada shortfall kurang lebih Rp6,7 triliun, juga ada krisis ekonomi global," tuturnya.

Amarah korban Jiwasraya

Sementara itu, seorang ibu bernama Lestari mengaku marah sekaligus berharap dana pensiun miliknya yang ditempatkan di Jiwasraya bisa dikembalikan padanya. Dia merupakan pemegang polis asuransi dengan nilai ratusan juta rupiah.

"Saya marah kepada Jiwasraya. Saya bertanya-bertanya akan banyak hal," ujarnya.

Sebagai pensiunan BUMN, menurut dia, seharusnya masalah Jiwasraya menjadi tanggung jawab pemerintah saat ini. Karena itu, dia berharap presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir bisa menuntaskan kasus yang menjerat Jiwasraya. Apalagi, perusahaan ini sudah gagal bayar selama lima tahun terakhir. Pada akhir tahun lalu, klaim jath tempo Jiwasraya mencapai Rp12,4 triliun. 

"Whatever uang itu dirampok, dan proses hukum sedang berjalan. Kalau pun itu memang dirampok mudah-mudahan perampoknya ditemukan dan dihukum," ujar dia.

Dia pun meyakini bahwa pemerintah akan bertanggung jawab dan akan menyelesaikan kasus ini.

Pemegang polis asuransi Jiwasraya lainnya, Muhammad Feroz pun mengungkapkan kekesalannya. Dia merasa aneh Jiwasraya sebagai perusahaan pemerintah justru merugikan para nasabahnya. 

"Padahal ini perusahaan asuransi. Kami menginvestaskan tabungan ini karena perusahaan ini berbentuk BUMN Aneh, perusahaan asuransi BUMN kok bisa gagal bayar," ujarnya.  

Dia menuturkan bahwa pada Oktober 2018 lalu, nasabah pemegang polis Jiwasraya menerima surat pemberitahuan bahwa Jiwasraya mengalami tekanan likuditas. Jiwasraya meminta maaf karena tak mampu membayar klaim polis jatuh tempo. 

Saat itu, dia percaya bahwa perusahaan pelat merah itu bisa menyelesaikan masalahnya segera lantaran dijanjikan oleh Direktur Utama Jiwasraya saat itu Asmawi Syam. Namun hingga kini masalah tersebut justru berlarut-larut. 

Awasi Jiwasraya

Tekait kasus Jiwasraya, DPR mengaku mengawasi proses penyelesaiannya. Menurut Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza, ada sejumlah tahap yang akan dilakukan anggota legislatif dalam mengawasi penyelesaian kasus perusahaan asuransi BUMN itu.

"Kewenangan Komisi VI sampai ke (membentuk) panja bisa dan mendorong ke pansus," kata dia.

Dia mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyerahkan kasus Jiwasraya yang tengah berjalan kepada penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan dan Kementerian BUMN, yang berjanji menuntaskan masalah keuangan Jiwasraya untuk membenahi model bisnis ke depan.

Dia menyatakan bahwa DPR berkomiten menyelesaikan ini paling tidak dua masa persidangan. Namun pihak Duta Besar Korea Selatan sempat memberikan masukan agar pengembalian polis bersifat investasi dari para warganya diselesaikan dalam kurun waktu tidak lebih dari enam bulan. Masukan tersebut menyusul ada lebih dari 100 warga Korea Selatan yang belum mendapat kepastian pengembalian dana. 

Sementara itu, selain membentuk panitia kerja, DPR berencana mmenggelar rapat gabungan, dengan komisi lain seperti Komisi XI atau Komisi III.