Rupiah Melemah Beberapa Hari Terakhir, Begini Penjelasan BI

Ilustrasi rupiah dan dolar AS.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Pelemahan terus terjadi pada mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, di mana pada Jumat 3 Juli 2020, rupiah kembali diperdagangkan di kisaran atas Rp14.500 per dolar AS.

Bahkan di pasar spot, Rupiah tercatat ditransaksikan di level Rp14.545 per dolar AS, atau melemah hingga 1,16 persen dari level penutupan perdagangan Kamis 2 Juli 2020 di level Rp14.377.

Sementara di kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Bank Indonesia mematok nilai tukar rupiah di posisi Rp14.566 per dolar AS, atau melemah dari level kemarin di posisi Rp14.516.

Baca Juga: Loyo Lagi, Rupiah Kembali Menyentuh Rp14.500 Per Dolar AS

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan, fenomena melemahnya nilai tukar rupiah dalam rentang waktu tiga hari belakangan ini, dipicu oleh sejumlah faktor regional.

Namun, Dody pun tak menyangkal jika hal tersebut juga disebabkan oleh sejumlah aspek dari dalam negeri, seperti misalnya soal gelombang kedua (second wave) COVID-19 dan wacana DPR terkait burden sharing (berbagi beban).

"Nah, hal-hal semacam itulah yang mengakibatkan rupiah sampai pagi ini masih terus tertekan," kata Dody dalam telekonferensi, Jumat 3 Juli 2020.

Dody menjelaskan, sebenarnya apabila pelemahan nilai tukar rupiah telah mencapai level Rp14.500 per dolar AS, maka setidaknya BI harus melakukan upaya stabilisasi secara tepat.

Meskipun, Dody juga memahami bahwa saat ini secara fundamental, posisi rupiah juga masih berada di ranah undervalued.

Apalagi, lanjut Dody, aspek volatilitas indeks juga masih ada di level yang masih relatif tinggi, yakni level 34 dibanding sebelum pandemi COVID-19 yang hanya di level 19. Hal itu diakui Dody masih memiliki risiko, meskipun telah sedikit melandai. 

"Jadi kalau kita lihat, 'cash is the king' itu memang masih ada walau tidak sebesar bulan Maret," kata Dody.

"Meskipun di sisi lain, cadangan devisa RI sudah mulai meninggi dan berada di atas US$130 miliar. Jika diperlukan, Bank Indonesia masih memiliki bantalan untuk term repo kepada The Fed," ujarnya.