Pandemi COVID-19 Picu Deglobalisasi?

Ilustrasi kegiatan ekspor impor.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Meski selama Pandemi COVID-19 memicu ancaman degloblasasi dalam hal perdagangan internasional, Kementerian Perdagangan RI optimistis bahwa itu tidak akan terjadi. Sebab Kemendag yakin pada prinsipnya sebuah negara masih saling membutuhkan satu sama lain.

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, mengakui memang saat ini ada fenomena di mana ada banyak negara sudah mulai mencoba untuk memproteksi diri dalam kebijakan perdagangan global atau juga dalam kebijakan yang mengedepankan isolasi. Namun, kata Jerry, setiap negara tidak bisa menutup dirinya secara total dari perdagangan Global.

"Tapi hemat kami, kami selalu yakin bahwa setertutup atau semaksimalnya sebuah negara mencoba untuk bisa menutup diri mereka, atau mengurangi dalam hal perdagangan tak bisa membuat mereka tak bergantung, karena itu tidak bisa hilang. Kedua bahkan dirasakan (ketergantungan) akan semakin meningkat," kata Jerry dalam acara webinar I'M GenZ, Senin 13 Juli 2020.

Jerry mengatakan, justru dalam di situasi pandemi seperti ini, ketergantungan sebuah negara bisa jadi meningkat dan membuat suatu negara bertumpu pada negara lain, misalnya dalam perdagangan alat-alat kesehatan. Negara satu dengan lainnya saling membutuhkan untuk penanganan COVID-19.

"Sederhana mulai dari memperoleh alat kesehatan, mungkin nanti vaksin, itu kan nanti membutuhkan hubungan atau dalam perspektif hubungan negara satu dengan lain, harus tetap tumbuh.  Dan kalau kita bicara soal arus barang dan jasa tidak mungkin negara itu memperoleh manfaat dari deglobalisasi," ujarnya.

Baca juga: Kinerja Manufaktur Indonesia Kuartal II-2020 Masih di Fase Kontraksi

Deglobalisasi yang saat ini terjadi, kata Jerry, mungkin hanya mengurangi bukan sampai menghilangkan secara total perdagangan dengan negara lain, karena hal itu dirasa tidak mungkin. Karena menurut Jerry pada prinsipnya setiap negara butuh kerja sama perdagangan untuk dapat bertahan.

Bahkan Jerry menambahkan, negara yang sangat tertutup seperti Korea Utara saja, masih melakukan perdagangan meskipun dengan negara yang telah ditentukan. Sehingga tidak mungkin perdagangan internasional ini hilang akibat adanya pandemi COVID-19.

"Saya optimistis bahwa kejadian apapun selama masyarakat itu masih percaya dengan filosopi bahwa kita membutuhkan satu sama lain," ujarnya.