Jeritan Tempat Hiburan Malam, Masih Dilarang Buka karena Corona

Tempat hiburan malam. Foto ilustrasi.
Sumber :
  • photobucket.com

VIVA – Industri diskotek dan lokasi hiburan malam hingga kini masih belum boleh beroperasi. Lantaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi masih terus berlaku dan diperpanjang guna memutus rantai penyebaran virus Corona di Ibu Kota Jakarta.

Momok menakutkan penyebaran Corona di lokasi ramai pengunjung termasuk di tempat hiburan malam, masih simpang siur. Sebab, pengusaha hiburan malam juga menyediakan protokol kesehatan yang diimbau pemerintah.

Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) meminta pemerintah tak selalu mendiskreditkan sektor hiburan malam. Dalam hal ini, Asphija menjamin para pengusaha hiburan malam siap menjalankan protokol kesehatan bila diizinkan kembali beroperasi.

"Tetapkan saja protokol pencegahannya. Kami (pengusaha hiburan) siap menjalankan dan menerapkannya di tempat usaha," kata Ketua Asphija, Hana Suryani, dikonfirmasi, Sabtu 18 Juli 2020.

Hana mempersilakan Pemprov DKI menindak tegas para pengusaha hiburan malam jika diketahui melanggar protokol kesehatan COVID-19. Namun, hal itu jika benar-benar terungkap pelanggarannya seperti tidak membatasi maksimal pengunjung, atau tidak menyediakan masker bagi karyawan dan juga pengunjung. 

"Silahkan tindak tegas apabila terjadi pelanggran. Yang penting kami (usaha hiburan) dibuka dulu. Jangan disudutkan dengan prasangka negatif yang tidak ada bukti dan faktanya," ujar Hana.

Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk memperpanjang masa PSBB transisi hingga 30 Juli 2020. Hal itu semakin membuat belum ada kejelasan kapan sektor hiburan malam akan kembali diizinkan beroperasi.

Baca juga: Gelombang Kedua Corona, Seberapa Kuat Ekonomi dan Fiskal Indonesia?

Adapun hiburan malam telah ditutup sementara akibat pandemi COVID-19 sudah hampir empat bulan atau sejak 23 Maret 2020.

Akibatnya, Hana menyebut, sudah banyak pengusaha hiburan malam yang terdampak. Hal itu pun membuat ribuan karyawan harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan.

"Suara jeritan karyawan ini harus didengar oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, Tim Gugus Tugas COVID-19, dan pihak terkait lain," ujarnya. (art)

Pantau berita terkini di VIVA terkait Virus Corona