5,8 Juta Pekerja Industri Tembakau Tertekan Kebijakan Tarif Cukai

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA – Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengungkapkan, Industri Hasil Tembakau (IHT) terus tertekan akibat kebijakan tarif cukai yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal itu dikatakan semakin membebani di tengah pandemi virus Corona saat ini.

Budidoyo mengungkapkan, setidaknya ada 5,8 juta pekerja di sektor tersebut telah tertekan akibat kenaikan cukai hasil tembakau. Saat ini, besaran tarif cukai itu jadi sebesar 23 persen dan Harga Jual Eceran (HJE) yang juga naik 35 persen sehingga berakibat pada penurunan produksi.

“Kebijakan ini berdampak pada 5,8 juta orang yang terlibat langsung di IHT,” kata Budidoyo dikutip dari keterangannya, Kamis, 17 September 2020.

Baca juga: Bisa Dongkrak Ekonomi Nasional, Sektor Properti Butuh Sederet Insentif

Budidoyo mengatakan, selain kenaikan cukai, kebijakan pemerintah lainnya seperti upaya pengendalian konsumsi tembakau, juga akan memberikan tekanan terhadap para pekerja di sektor ini.

“Ada wacana eksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), petani juga resah karena petani disuruh konversi ke tanaman lain,” ujar Budidoyo. 

Belum lagi, dikatakannya, juga adanya kebijakan pemerintah untuk revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Melalui revisi itu, perluasan gambar peringatan kesehatan ditingkatkan dari 40 persen menjadi 90 persen. Kemudian adanya pelarangan total promosi dan iklan di berbagai media termasuk tempat penjualan.

“Kami tidak antiperaturan tapi diharapkan formulasi kebijakan yang komprehensif, berpihak pada kepentingan nasional, dan dipatuhi bersama," ungkap dia. (art)