Dahlan Iskan Kupas Superholding dan Masalah BUMN yang Dikritik Ahok

Gedung Pertamina Pusat
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengupas tuntas persoalan superholding BUMN yang jadi usulan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sebelumnya, Ahok mengusulkan Kementerian BUMN bubar dan diganti dengan superholding BUMN. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu berharap superholding bisa terealisasi sebelum Presiden Joko Widodo lengser dari jabatannya.

Menurut Dahlan, tak semua negara berhasil membentuk superholding seperti Temasek di Singapura. Dahlan mencontohkan Khazanah Nasional Berhad di Malaysia yang juga mencontoh Singapura.

Meski Khazanah sudah berbentuk superholding, tak semua BUMN Malaysia menyatu di Khazanah. Petronas, salah satu perusahaan pelat merah yang tetap berada di luar Khazanah.

Hasil akhirnya tahun 2019, aset Temasek tercatat US$306 miliar. Sedangkan Khazanah hanya US$18 miliar, atau tertinggal dari Petronas yang mencapai US$135 miliar

"Khazanah, -artinya kekayaan-, tidak kunjung seperti Temasek. Bahkan terus tertinggal dari Petronas sendiri," ujar Dahlan dikutip VIVA dari situs pribadinya, Disway.id, Rabu, 23 September 2020.

Menurut Dahlan, Khazanah belakangan ini juga bermasalah. Superholding itu disebut-sebut dijadikan kendaraan oleh Perdana Menteri Najib Razak untuk mencari dana politik. 

Jika tanpa skandal itu pun, lanjut dia, Khazanah juga bukan kelas Temasek. Khazanah tidak kunjung mampu menyelamatkan anak-anak perusahaannya. Salah satunya adalah Malaysian Airlines System yang berkali-kali disuntik uang negara 

"Toh tidak juga bisa keluar dari kesulitan menahun. Apakah Indonesia harus meniru Temasek?" tanya Dahlan. 

Umumnya, Dahlan menyebut bahwa opini publik memang ingin meniru superholding. "Pun, saya. Ketika masih emosional dulu. Waktu itu saya pun pasti menjawab, ya kita harus tiru," kata Dahlan. 

Temasek sebagai superholding diakui Dahlan memang mengagumkan. Publik Indonesia umumnya hanya tahu bahwa kehebatan itu semata-mata disebabkan bentuk Temasek yang superholding atau bukan di bawah Kementerian. 

Namun, bukan berarti Temasek jaya hanya karena superholding. Rasionalnya, lanjut Dahlan, perusahaan harus diurus secara perusahaan dan hanya sedikit tercampur dengan politik. 

"Bukan diurus dengan setengah perusahaan dan setengah politik, Kalaupun ada politiknya jangan lebih 10 persen," tuturnya. 

Masalah Pergantian Direksi BUMN Tanpa Persetujuan Komisaris

Soal ini, Dahlan mengaku setuju dengan Ahok. Komisaris Utama Pertamina itu mengkritik budaya pergantian direksi di BUMN yang dilakukan tanpa lewat Komisaris Utama. "Kesannya seperti melangkahi dan mengabaikan," kata dia. 

Tapi, Dahlan menyebut bahwa ini adalah soal sepele, yaitu komunikasi. Sebab secara hukum, pergantian direksi bisa dilakukan kapan saja tanpa harus melalui Komisaris Utama karena hak penuh dari pemegang saham. 

"Bahwa komisaris utama dilewati begitu saja, itu soal etika. Soal sopan santun," kata Dahlan yang juga Mantan Direktur Utama PLN itu. 

Menurutnya, banyak yang bisa dilakukan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina ketika merasa dilangkahi seperti itu dengan berbagai trik komunikasi. Mulai dari menulis surat kepada Menteri BUMN agar memperhatikan sopan santun hingga memberhentikan sementara direktur tersebut karena itu hak komisaris.

Masalah Gaji Direktur Tetap Tinggi Meski Sudah Diberhentikan

Ahok juga mengkritik adanya direktur di anak perusahaan Pertamina yang memiliki gaji tinggi, meskipun dia sudah diberhentikan alias tidak menjabat lagi. 

Dahlan menyarankan, Ahok menanyakan itu langsung kepada Direktur Utama. Bisa lewat surat, bisa juga dengan cara memanggil rapat dan menunjukkan bukti kesalahannya.

"Mintakan penjelasan. Kalau penjelasan itu tidak bisa diterima dan direksi ngotot merasa tidak ada yang salah, Komut bisa memberi surat peringatan," kata dia.

Surat itu, lanjut Dahlan, bisa juga diserahkan kepada pemegang saham atau menyebarluaskannya ke publik. 

"Kalau kesalahan itu dianggap mendasar, Komut bisa memberhentikan sementara direktur utama. Yakni kalau Komut memang yakin kesalahan itu benar-benar terjadi, lalu kuat-kuatan," tutur Dahlan.