SKK Migas Ungkap 9 Stimulus yang Bisa Genjot Investasi Hulu Migas

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto.
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, membeberkan sejumlah upaya yang harus dilakukan guna memperbaiki iklim investasi hulu migas di Indonesia saat ini.

"Ada sembilan stimulus yang sedang dibahas atau yang hingga kini masih diproses," kata Dwi dalam telekonferensi, Jumat, 23 Oktober 2020.

Dia pun merinci sembilan paket stimulus tersebut. Pertama adalah upaya penundaan pencadangan biaya kegiatan setelah operasi atau Abandonment and Site Restoration (ASR) yang saat ini sudah selesai dilakukan.

Baca juga: Produk Kesehatan dan Kebersihan Dorong Penjualan Unilever saat Pandemi

Kemudian yang kedua, diperlukan tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas. Prosesnya sampai saat ini masih akan dilakukan pembahasan lanjutan dan melibatkan Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Anggaran.

Ketiga, penundaan atau penghapusan PPN LNG melalui penerbitan revisi PP 81/2015 tentang impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN.

"Di mana prosesnya sampai saat ini telah terbit PP 48/2020 Jo. PP 81/2015," ujarnya.

Stimulus keempat adalah bahwa Barang Milik Negara (BMN) hulu migas tidak dikenakan biaya sewa, yang saat ini telah diatur dalam PMK 140/2020 Jo. PMK 89/2019. Kelima, menghapuskan biaya pemanfaatan kilang LNG badak US$0,22/MMBTU.

Dwi menjelaskan, saat ini prosesnya masih dilakukan pembahasan antara SKK Migas, LMAN, dan tim penilai dari DJKN. Kemudian stimulus keenam, adalah penundaan atau pengurangan hingga 100 persen pajak tidak langsung.

Saat ini prosesnya masih akan dilakukan pembahasan lanjutan dan melibatkan sejumlah pihak, Seperti misalnya, Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Anggaran.

Stimulus ketujuh, gas dapat dijual dengan harga diskon untuk semua skema di atas Take or Pay (TOP) dan DCQ. Di mana penerapan skema harga tertentu di atas TOP dapat dipertimbangkan untuk kontrak ekspor, terutama pasokan gas yang tidak memiliki alternatif pembeli.

Kedelapan ada fleksibilitas fiscal term, yakni dengan memberikan insentif untuk batas waktu tertentu seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara, dan DMO full price. Dwi mengakui, progresnya sampai saat ini telah diterapkan untuk mendukung keekonomian KKKS.

Stimulus terakhir, diperlukannya dukungan dari lementerian yang membina industri pendukung hulu migas. Seperti industri baja, rig, jasa dan service, terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.

"Hal ini masih perlu dikoordinasikan dengan kementerian/instansi terkait, termasuk di dalamnya dengan Kementerian Perindustrian," ujarnya. (ase)