Jatuh Bangun Spotify, Bisnis Digital dengan Kapitalisasi Rp400 Triliun

Kisah Perusahaan Raksasa Teknologi: Spotify, Bisnis Digital dengan Kapitalisasi Rp400 Triliun. (FOTO: Reuters/Christian Hartmann)
Sumber :
  • wartaekonomi

Spotify menguasai sekitar 36 persen pasar streaming musik yang memiliki ratusan juta pelanggan di seluruh dunia. Hal itu menjadikan Spotify sebagai salah satu situs musik terbesar secara global.

Bahkan, per kuartal I 2020, Spotify telah memiliki 130 juta pelanggan; jauh melampaui Apple Music yang estimasi penggunanya hampir berjumlah 70 juta per Februari 2020.

Tak hanya itu, Spotify merajai pasar streaming musik global dengan kapitalisasi pasar 35 persen pada paruh pertama 2020, menurut data Counterpoint Research, dikutip Kamis 3 Desember 2020.

Nah, di balik posisi Spotify saat ini, bagaimanakah kisah bisnisnya sebelum menjadi raksasa teknologi global?

Awal Mula Spotify

Pada 2006 di Swedia, Spotify lahir berkat besutan Daniel Ek dan Martin Lorentzon. Saat itu, keduanya mau memberantas pembajakan musik digital yang meningkat pada awal 2000-an.

Awalnya, mereka sulit menarik investor. Sebab investor menilai, pendapatan di Spotify jauh lebih sedikit daripada layanan berbayar lain seperti iTunes. Namun, Ek dan Lorentzon tetap merintis Spotify.

Spotify akhirnya meluncur pada 7 Oktober 2008; setelah meyakinkan label rekaman berbagi konten dengan imbalan 20 persen saham agregat.

Apalagi, para pelaku industri musik menyadari pentingnya kolaborasi dengan platform seperti Spotify. Sebab kemudahan berbagi lagu di internet telah menggerogoti penjualan CD musik.

Dilirik oleh Facebook

Masuk ke 2009, Facebook melirik Spotify. Saat itu, Mark Zuckerberg sendiri yang mengatakan, "Spotify sangat bagus." Bahkan, nilai pasar Spotify pada 2010 menyentuh angka 4 miliar dolar AS.

Lebih lanjut, minat itu akhirnya melahirkan kerja sama. Facebook menggandeng Spotify sebagai partner ketika platform itu merilis layanan di Amerika Serikat (AS) pada 2011. Hasilnya, Spotify menghimpun 1 juta pelanggan premium; meningkat menjadi 5 juta setahun setelahnya.

Pada 2012, Spotify memiliki 18 miliar trek dan 20 juta pengguna. Meski mencatatkan kesuksesan di tahap awal bisnis, Spotify tampaknya tak menduga kalau penggunaan ponsel pintar bakal meningkat pesat. Sebab, awalnya Spotify hadir dalam versi komputer.

Sudah begitu, ada pula masalah terkait keluhan para musisi yang merasa bayaran dari Spotify terlalu sedikit. Bahkan, Taylor Swift mengakiri kontrak dengan Spotify pada 2014 karena bayaran, lalu kembali pada 2017.

Saat itu, Ek mengatakan Spotify telah mengguyur label musik senilai 2 miliar dolar sejak 2008. "(Itu lebih baik), pembajakan tidak membayar artis sepeser pun, nihil, nol," katanya.

Bisnis Spotify Saat Ini

Meskipun mengalami pro-kontra, pengguna aktif bulanan dan pelanggan Spotify terus bertambah; walau jumlah peningkatannya kadang berkurang. Pada 2016, jumlah penggunanya meningkat sedikit demi sedikit tiap kuartal. Hal itu terjadi hingga awal 2020.

Spotify memperkirakan total pengguna bulanan akan meningkat menjadi 289-299 juta, sedangkan pelanggan premium akan meningkat menjadi 133-138 juta pada kuartal I 2020. Pada akhir tahun, Spotify menargetkan bisa memiliki 328-348 juta pengguna aktif bulanan dan 143-153 juta pelanggan premium.

Kini, Spotify telah melebarkan sayap ke berbagai negara, termasuk AS, sebagian Afrika, Australia, dan Asia dengan total 79 pasar. Tak cuma dari segi pasar, Spotify juga memperluas bisnisnya.

Pada akhir 2019, Spotify merilis program Spotify Wrapped kepada para pengguna. Saat itu, lebih dari 60 juta pengguna terlibat dengan fitur itu; berbagi konten 40 juta kali dan streaming 6,5 miliar lagu dari daftar putar.

Perusahaan juga mengusung bisnis podcast (siniar) dengan investasi senilai 500 juta dolar. Di Indonesia, Spotify tampaknya meluncurkan sejumlah siniar original dengan para pembuat konten. Sebab, asal tahu saja, ada lebih dari 16% pengguna aktif bulanan Spotify yang terlibat dengan konten siniar.

Pada akhirnya, Spotify berhasil memiliki kapitalisasi pasar senilai 26,9 miliar dolar AS (sekitar Rp400 T) per Mei 2020, menurut data Business of Apps.