Per 4 Januari, Restrukturisasi Kredit Perbankan Capai Rp971 Triliun

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, Heru Kristiyana.
Sumber :
  • VIVAnews/Dusep Malik

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa program restrukturisasi kredit perbankan sampai dengan 4 Januari 2021 telah mencapai angka Rp971,1 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, memastikan bahwa jumlah restrukturisasi sebesar Rp971,1 triliun itu telah diterima oleh 7,56 juta debitur, yang berasal dari 101 bank

"Restrukturisasi hingga mencapai Rp971,1 triliun ini merupakan restrukturisasi yang terbesar sepanjang sejarah saya menjadi pengawas," kata Heru dalam telekonferensi, Selasa 19 Januari 2021.

Heru menjelaskan, umumnya para debitur yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi ini berasal dari kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Secara jumlah dan persentase, sebanyak 5,81 juta debitur atau sekitar 77 persen adalah UMKM, sedangkan debitur non-UMKM hanya 23 persen. 

Meskipun, secara baki debet atau saldo pokok dari plafon pinjaman jumlahnya lebih banyak dikuasai oleh debitur non-UMKM. Karena tercatat bahwa akumulasi baki debit debitur non-UMKM adalah sebesar 60 persen atau Rp584,45 triliun. "Sedangkan debitur UMKM hanya sebesar 40 persen atau Rp387 triliun," ujar Heru.

Heru menambahkan, ketentuan mengenai restrukturisasi yang diatur dalam POJK 11/2020 itu memang bertujuan memberikan keringanan kepada bank maupun debitur di masa pandemi COVID-19.

Dengan demikian, saat debitur membutuhkan restrukturisasi, maka pihak bank tidak perlu memupuk pencadangan. "Kami ingin ada keseimbangan, bagaimana kita mengatur sehingga para nasabah dan bank bisa mengatasi berbagai kendala," kata Heru. 

Meski demikian, Heru mengakui ada dilema, meskipun aturan mengenai restrukturisasi dianggap sebagai aturan yang bagus. Sebab, pihaknya harus mengantisipasi seberapa besar dan kuatnya perbankan dalam membentuk CKPN dan menjaga likuiditas. 

Karenanya, Heru pun berharap bahwa pihak perbankan akan mampu mengantisipasi dampak restrukturisasi kredit yang diperpanjang sampai Maret 2022.

"Saya ingatkan bahwa langkah restrukturisasi ini harus kita antisipasi secara prudent, sehingga POJK 48/2020 yang kita sudah buat sedemikian rupa, para bankir bisa mengantisipasi dampak restrukturisasi tersebut," ujarnya.