OJK: Securities Crowdfunding Bisa Selamatkan UMKM

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan, Hoesen.
Sumber :
  • Raden Jihad Akbar/VIVA.co.id

VIVA – Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen menyampaikan, pihaknya mendukung perkembangan financial technology di pasar modal. Salah satu terobosan yang dilakukan antara lain dengan menerbitkan POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi, atau yang sering dikenal dengan istilah Securities Crowdfunding.

Hoesen menyebut POJK yang diluncurkan tersebut  sudah melalui pertimbangan yang matang.

"Dan juga mencermati serta mengadopsi budaya yang sangat pekat di tengah masyarakat kita, yaitu budaya gotong royong yang bertujuan untuk membantu sesama," kata Hoesen dalam telekonferensi, Selasa 8 Juni 2021.

Baca juga: Pemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Indonesia Turun

Istilah crowdfunding ini dapat diartikan sebagai urunan dana atau patungan dengan tujuan membantu saudara, kerabat, atau sahabat yang sedang membutuhkan bantuan.

"Budaya-budaya tersebut kemudian kita serap ke dalam bentuk aktivitas bisnis di pasar modal, melalui konsep penawaran efek," ujarnya.

Mekanismenya, lanjut Hoesen, dilakukan melalui aplikasi atau platform digital. "Atau yang sering kita sebut dengan istilah financial technology securities crowdfunding," kata Hoesen.

Dia menjelaskan, upaya-upaya menciptakan sumber pendanaan alternatif bagi para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya semacam itu, merupakan hal yang sangat penting guna memperpanjang eksistensinya.

Mengingat, UMKM memiliki peran dan kontribusi yang juga sangat penting bagi perekonomian nasional. Per Agustus 2020 lalu kontribusinya terhadap PDB Indonesia mencapai rata-rata 60 persen sebagaimana data dari Kementerian Koperasi dan UKM.

"Sementara kontribusinya dalam menyerap tenaga kerja mencapai hampir 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia," ujarnya.

Namun, hantaman pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung sejak awal tahun 2020, telah cukup memukul keberlangsungan usaha para pelaku UMKM di Indonesia. Survei Asian Development Bank (ADB) pada tahun 2020 lalu bahkan menunjukkan bahwa dampak pandemi COVID-19 terhadap UMKM di Indonesia, membuat 50 persen UMKM terpaksa menutup usaha mereka.

Dari data tersebut, sebanyak 88 persen usaha mikro tidak memiliki kas atau tabungan, sehingga mereka kehabisan pembiayaan keuangan dalam perjuangannya di masa pandemi COVID-19 ini. Selain itu, sekitar 60 persen usaha mikro juga mengurangi jumlah tenaga kerja mereka.

"Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan Presiden Republik Indonesia memberikan arahan dan dukungan kepada sektor UMKM agar menjadi prioritas dalam pemulihan ekonomi nasional," ujarnya. (dum)