Penjelasan Stafsus Sri Mulyani Soal Pajak Sembako hingga Kenaikan PPN

Pengamat ekonomi, Yustinus Prastowo.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Novina Putri Bestari

VIVA – Staf Khusus Menteri Keuangan Bida Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memberikan penjelasan mengenai rencana Pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga memajaki sembako.

Rencana tersebut telah dimasukkan ke dalam draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Yustinus mengatakan, rencana kenaikan tarif PPN hingga pemajakan sembako tersebut merupakan bagian dari upaya Pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara yang terdampak Pandemi COVID-19.

"Jika saat pandemi kita bertumpu pada pembiayaan utang karena penerimaan pajak turun, bagaimana dg pasca-pandemi? Tentu saja kembali ke optimalisasi penerimaan pajak," kata dia dikutip dari akun Twitternya @prastow, Kamis, 10 Juni 2021.

Khusus untuk kenaikan tarif PPN, Yustinus menjelaskan, Pemerintah tidak serta merta menaikkan besaran nilainya, melainkan akan menggunakan skema multi tarif. Artinya tarif tidak tunggal demi keadilan.

Baca juga: Tarif PPN Bakal Naik, Kemenkeu: Untuk Pajak yang Lebih Adil dan Sehat

"Yang dikonsumsi masyarakat banyak (Menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10 persen. Sebaliknya, yg hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi. Ini adil bukan? Yang mampu mensubsidi yang kurang mampu. Filosofis pajak kena: gotong royong," tuturnya.

Adapun untuk pajak sembako, dia tidak menampik bahwa pemerintah memang butuh uang akibat Pandemi COVID-19. Makanya Pemerintah mencari sumber-sumber penerimaan negara yang baru meski tidak akan sembrono menerapkan.

"Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya?Kembali ke awal, Enggak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri. Mustahil!," tegas dia.