Intip Bahaya dari Kenaikan Tarif PPN dan Pemajakan Sembako

Ilustrasi pembayaran pajak.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengungkapkan dampak buruk dari rencana kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pemajakan sembako.

Achmad menganggap naiknya tarif PPN yang diwacanakan sebesar 12 persen dari saat ini 10 persen tersebut akan berdampak langsung terhadap kenaikan laju inflasi tahun ini maupun tahun depan. Apalagi sembako saat ini dikeluarkan dari barang yang dikecualikan dari PPN.

Ketentuan terkait pemajakan sembako hingga kenaikan tarif PPN ini terungkap dari darf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Rencana kenaikan PPN terhadap sembako akan mendorong masyarakat membeli sembako di luar kebutuhan karena takut harganya naik ulah PPN 12 persen," kata dia Kamis, 10 Juni 2021.

Dengan meroketnya tarif PPN dan pemajakan sembako tersebut, Achmad menyatakan, Potensi kenaikan inflasi 2021-nya berkisar naik 1 sampai 2.5 persen, sehingga inflasi 2021 bisa mencapai 2.18 persen sampai 4.68 persen.

“Meski pemberlakukan kenaikan tarif PPN tidak diberlakukan tahun 2021, namun rencana kenaikan pajak tersebut dapat memicu inflasi 2021," papar dia.

Selain menimbulkan inflasi yang memberatkan konsumen secara umum, dia juga mengungkapkan, kenaikan PPN 12 persen terhadap sembako dari produksi pertanian juga akan menyebabkan petani kecil kehilangan kesejahteraan dan akhirnya makin miskin di tengah pandemi.

“Kenaikan pajak PPN 12 persen terhadap sembako juga menyebabkan petani kecil makin miskin karena makin sulit menjual produknya disaat konsumen makin mengerem belanja imbas kenaikan PPN tersebut," tuturnya,

Dia pun memberikan saran, daripada pajak menimbulkan inflasi di saat ekonomi masih lemah sebaiknya ide kenaikan PPN dan pemajakan sembako, pendidikan dan kesehatan dibatalkan saja karena manfaatnya lebih kecil dibandingkan bahayanya.

RUU KUP menurutnya lebih baik difokuskan kepada pemberlakuan pajak dari e-commerce dan perusahaan teknologi yang naik daun seperti TikTok, Gojek, Google, Facebook hingga Apple.

“Sementara negara-negara maju G7 sibuk memburu kepatuhan pajak perusahaan multinasional raksasa di bidang teknologi dan informasi, sebaliknya di Indonesia memburu kelas menengah dengan kenaikan PPN sembako," ujar dia.