4 Strategi Jitu Genjot Literasi dan Inklusi Pasar Industri Asuransi

Direktur Utama PT BRI Insurance (BRINS) Fankar Umran.
Sumber :
  • Dokumentasi BRI Insurance.

VIVA – Industri asuransi terus berinovasi menggenjot literasi masyarakat akan pentingnya perlindungan asuransi. Hal ini jadi perhatian mengingat literasi asuransi di Indonesia masih rendah.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan, literasi asuransi di Indonesia berada di angka 19,4 persen pada periode sebelum pandemi COVID-19. Angka itu Lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Direktur Utama PT BRI Insurance (BRINS) Fankar Umran mengungkapkan, menggencarkan literasi asuransi secara digital adalah hal yang paling efektif dilakukan di masa pandemi saat ini. Dia pun mengungkapkan alasannya.

Di antaranya memiliki daya jangkau yang lebih luas tanpa perlu bertatap muka, aksesibilitas yang lebih efisien, serta milenial friendly dan approachable untuk para pengguna sosial media.

Baca juga: PPKM Darurat, Kemenhub: Perjalanan Domestik Tunjukkan Kartu Vaksin

Dia mengatakan, langkah itu pun didukung oleh fakta bahwa 85 persen transaksi digital saat ini dilakukan oleh generasi milenial dan Z. Generasi tersebut diketahui adalah 59 persen dari populasi Indonesia yang aktif menggunakan sosial media.

"Saya pikir literasi harus dilakukan secara masif dengan cara-cara yang inovatif, Karena tantangannya begitu besar, mulai dari aksesibilitas, tingkat edukasi, demografis sampai dengan faktor geografis” ujarnya, pada sebuah acara diskusi virtual, di Jakarta, Kamis, 1 Juli 2021.

Data OJK lanjutnya juga menunjukkan, adanya kecenderungan bahwa daerah-daerah yang sulit dijangkau memiliki angka literasi yang lebih rendah dibandingkan kota-kota besar, yang ia sebut sebagai ‘The Unreached & The Less Literated’.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pendekatan literasi asuransi secara digital ini bukanlah tanpa hambatan. Sejumlah rintangan seperti gap usia dan keterbatasan akses teknologi di daerah pedalaman, menjadi faktor penentu keberhasilan penggalangan literasi asuransi secara digital.

Karena itu menurutnya, ada 4 hal jitu yang dilakukan untuk menggenjot literasi inklusi masyarakat. Pertama adalah Pemberdayaan komunitas dan asosiasi sebagai agen literasi. Kedua, yaitu pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, yang Ketiga menciptakan tren yang saat ini menjadi social currency bagi generasi milenial. Dan yang keempat adalah utilisasi saluran distribusi.

“Kami melihat adanya 4 hal penting yang menjadi strategi kami dalam meningkatkan literasi dan inklusi asuransi," tambahnya.  

Dengan melakukan pemberdayaan melalui kerja sama dengan komunitas, koperasi, asosiasi, atau industri lain sebagai agen literasi, hal ini dapat menjangkau masyarakat lebih luas melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.

BRINS sendiri menurutnya, saat ini mempunyai produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat generasi tersebut. Seperti Aplikasi BRINS Mobile yang berbasis Artificial Intelligence (AI).

Kemudian ada pula pengembangan penggunaan Gamification berbasis Augmented Reality (AR) yang tengah disiapkan BRINS. Dan penggunaan media sosial menjadi tools yang menarik bagi generasi milenial.

“Literasi secara digital dengan intermediary dapat menjadi solusi atas tantangan geografis, cost effectiveness, dan tentu saja dapat menjangkau wide-range, terlebih di tengah masa pandemi seperti ini,” tutupnya.