Tax Amnesty Jilid II Bakal Digelar, Ini Aturan dan Ketentuannya

Ilustrasi/Kebijakan Tax Amnesty.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan bakal merealisasikan program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Namun, kali ini diberi nama Program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.

Program ini akan diterapkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Program ini akan dimuat dalam pasal baru, yakni pasal 37B sampai 37I.

"Bahwa latar belakangnya masih banyak peserta pengampunan pajak yang belum mendeklarasikan jadi pengampunan pajak waktu itu sebelum seluruh asetnya dideklarasikan," kata dia saat rapat panja RUU KUP di Komisi XI DPR, Senin, 5 Juli 2021.

Di samping itu, dia mengatakan, saat pemeriksaan seluruh aset yang dilakukan Ditjen Pajak dalam program tax amnesty 2016 dan adanya temuan akan dikenakan PPh Final yang dirasa terlalu tinggi ditambah sanksi 200 persen.

"Jadi ada peserta tax amnesty waktu itu belum deklarasikan seluruh aset nya jadi masih ada yang tertinggal dan di sisi lain kami memiliki data AEOI (Automatic Exchange of Information) dari lain yang dapat kami gunakan sebagai pembanding," paparnya.

Selain itu, dia melanjutkan, juga masih banyaknya wajib pajak orang pribadi yang belum mengungkapkan seluruh penghasilannya dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan periode 2016 sampai dengan 2019. Karena itu perlu adanya kesempatan bagi mereka.

"Terhadap yang bersangkutan perlu diberi waktu dan kesempatan untuk bisa mendeklarasikan aset yang dimilikinya atau penghasilan yang belum dipertanggungjawabkan untuk tahun pajak 2016-2019 dalam satu program ini," tutur dia.

Oleh sebab itu, dia mengatakan melalui program yang baru ini akan diterapkan kebijakan pengungkapan aset per 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan saat tax amnesty dan dikenai PPh Final.

Pengenaan PPh Final ini sebesar 15 persen nilai aset atau 12,5 persen nilai aset jika diinvestasikan ke dalam surat berharga negara (SBN) yang ditentukan pemerintah. Wajib pajak juga akan diberikan fasilitas penghapusan sanksi.

Bagi wajib pajak gagal investasi dalam SBN dikatakannya harus membayar 3,5 persen dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi atau membayar 5 persen dari nilai aset jika ditetapkan Ditjen Pajak.

"Dan apabila window ini terlewatkan ya kita kembali ke undang-undang tax amnesty lagi jadi setelah window ini selesai konsekuensinya apabila kita menemukan kita kembali ke UU Tax Amnesty 2016 kemarin," ujar Suryo.

Sementara itu, kebijakan kedua terkait pengungkapan aset bagi wajib pajak orang pribadi yang diperoleh 2016-2019 dan masih dimiliki 31 Desember 2019 namun belum dilaporkan dalam SPT 2019.

Mereka akan dikenakan PPh Final 30 persen dari nilai aset atau 20 persen dari nilai aset jika diinvetasikan dalam SBN yang ditentukan pemerintah. Mereka juga diberikan fasilitas penghapusan sanksi.

"Wajib pajak silahkan deklarasikan aset yang belum terdeklarasikan tahun 2019 sebagai basisnya dengan nilai pengganti 30 persen setara dengan tarif pajak saat ini untuk nilai aset yang ada jadi aset yang tertinggal di 2019," papar Suryo.

Adapun bagi wajib pajak yang gagal investasi dalam SBN ini kategori ini diharuskan membayar 12,5 persen dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi atau membayar 15 persen dari nilai aset jika ditetapkan Ditjen Pajak.