Indonesia Undang Malaysia dan Singapura Latihan Tangani Polusi di Laut

Kapal Patroli KN Jembio P.215 milik Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP).
Sumber :
  • KPLP

VIVA – Indonesia mengundang Malaysia dan Singapura bergabung dalam Latihan Penanganan Pencemaran Laut Regional (Regional Marine Polution Exercise/Marpolex) untuk menguji dan mensimulasikan respons dan kesiapsiagaan menghadapi polusi minyak lintas batas di laut.

Hal itu disampaikan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Ahmad, dalam keterangannya, Selasa, 31 Agustus 2021.

"Indonesia mengundang Malaysia, Singapura dan anggota Dewan Selat Malaka di Jepang untuk menghadiri Marpolex. Kita akan merasa sangat terhormat jika Anda (Malaysia dan Singapura) bisa bergabung dalam latihan," ungkapnya.

Sebagai perwakilan Indonesia, Ahmad mengatakan, KPLP berpartisipasi dalam rapat teknis Revolving Fund Committee (RFC) antara Tiga Negara Pantai secara virtual.

Ahmad menjelaskan, latihan bersama adalah cara yang baik untuk untuk menguji dan menyamakan kemampuan dan kesamaan persepsi. Terutama, dalam mempersiapkan tindakan respons terhadap pencemaran minyak lintas batas yang sangat mungkin terjadi di Selat Malaka dan Singapura.

Workshop RFC merupakan brainstorming atau latihan penanggulangan tumpahan minyak atau pencemaran lingkungan lainnya di laut. Latihan ini akan dilaksanakan pada tanggal 5-6 Oktober 2021 dengan kombinasi fisik dan virtual yang berupa kegiatan di laut dan di darat (hybrid).

Indonesia juga menginformasikan kepada masing-masing delegasi Malaysia dan Singapura bahwa pada Mei 2022 Indonesia akan menjadi tuan rumah Marpolex.

Baca juga: Sri Mulyani Pede Ekonomi RI Tak Hanya Pulih Setelah Pandemi, Tapi Kuat

Marpolex Regional merupakan latihan bersama antara Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Indonesia, Penjaga Pantai Filipina dan Penjaga Pantai Jepang dengan tujuan untuk menguji dan mensimulasikan respons dan kesiapsiagaan dalam menghadapi polusi minyak lintas batas di laut.

Selain itu, Ahmad menilai, selama lebih dari 30 tahun, RFC telah berhasil menjadi wadah yang berguna dan memberikan manfaat kepada ketiga negara pantai (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dalam menggunakan dana tersebut sesuai dengan peruntukannya.

Yakni, sebagai platform kerja sama antara negara-negara pantai dan yang kedua sebagai dana cadangan untuk memfasilitasi operasi penanggulangan musibah tumpahan minyak.

Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Een Nuraini Saidah mengungkapkan beberapa agenda yang dibahas dalam RFC Technical Meeting tahun 2020. Antara lain tentang informasi terkini mengenai standar operasi prosedur/SOP pelaksanaan Joint Oil Spill Combat di Selat Malaka dan Selat Singapura.

"Serta Pertukaran Pengalaman dan informasi terkait MoU tentang Oil Spill Tariff antara Maritime and Port Authority of Singapora (MPA) dan International Tanker Owners Pollution Federation (ITOPF) Singapore," kata Een.

Sebagai informasi, RFC dibentuk berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani tanggal 11 Februari 1981 oleh Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Singapura (Tiga Negara Pantai) di satu pihak dan The Malacca Straits Council (MSC) atas nama Asosiasi-asosiasi non-pemerintah Jepang di pihak lainnya.

Berdasarkan MoU tersebut pula Tiga Negara Pantai harus membentuk sebuah Revolving Fund Committee atau Komite Dana Bergulir, yang merupakan perwakilan pejabat tinggi/senior dari masing-masing Negara Pantai.

Negara yang mendapat giliran untuk mengelola Dana Bergulir tersebut nantinya akan menjadi Ketua Komite, dan setiap tahun memimpin pertemuan tahunan (RFC Annual Meeting). (Ant)