Soal Blok Masela, DPR: Jangan Riuh di Dalam Kabinet Sendiri

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said (kanan).
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha mengharapkan masyarakat tidak terpengaruh dengan kegaduhan yang terjadi dalam kabinet dan pemerintahan. Terutama kegaduhan yang terkait pengelolaan sektor energi, seperti pilihan untuk pengelolaan Blok Masela yang ada di sekitar Kepulauan Aru, Maluku.

"Kita harus hati-hati jangan sampai terlibat dalam keriuhan di dalam kabinet sendiri," ujar Satya dalam diskusi bertajuk Gaduh Blok Masela di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2016.

Menurut politisi partai Golkar ini dalam pengelolaan blok gas lapangan abadi Masela, pemerintah disodorkan dua pilihan. Pertama, membangun kilang terapung gas alam cair (Floating LNG Plant). Kedua, membangun kilang gas alam cair di darat (on shore LNG Plant) dan mengalirkannya dengan menggunakan pipa sepanjang 600 kilometer ke Pulau Aru.

Dari dua pilihan ini tampak ada perbedaan pandangan dari dua menteri terkait masalah ini. Dari dua pilihan ini sebelumnya Menko Maritim, Rizal Ramli memilih yang kedua. Alasannya, investasi  yang dibutuhkan hanya sekitar US$14 ,6 miliar. Sedangkan bila yang dibangun Floating LNG Plant, maka dibutuhkan anggaran US$19,3 miliar.

Namun pendapat pemilik jurus Rajawali Ngepret berbeda dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said. Sudirman lebih memilih yang pertama.

Hingga saat ini pemerintah belum menetapkan kebijakan pengelolaan Blok masela. Blok Masela adalah salah satu blok yang memiliki cadangan gas terbesar di Indonesia. Cadangannya mencapai 10,73 Trillion Cubic Feet (TCF).

Begitu besarnya jumlah cadangan tersebut, hingga Blok Masela juga biasa disebut Lapangan Abadi. Saat ini proyek pengolahan gas Blok Masela di bawah kendali Inpex Masela Ltd (65 persen saham) dan Shell Upstream Overseas Services Ltd (35 persen).