Pemerintah Diminta Tunda Negosiasi Saham Freeport

Unjuk rasa mahasiswa di depan kantor Freeport yang menuntut agar perusahaan asal Amerika Serikat itu angkat kaki dari Indonesia.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Pemerintah diminta menunda negosiasi saham PT Freeport. Pasalnya, Revisi Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) harus selesai terlebih dulu.

"Tidak boleh kekayaan alam Indonesia diklaim oleh negara lain, lalu dijual sahamnya di luar negeri, atau diagunkan di luar negeri. Jadi, asetnya adalah milik negara, bukan milik perusahaan atau negara lain,” kata Anggota Komisi VII, Iskan Qolba di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jakarta, Jumat, 22 Januari 2016.

Saat ini pemerintah sedang dalam proses negosiasi kembali saham dan kontrak Freeport. Kontrak Freeport akan berakhir pada tahun 2021, namun komitmen pemerintah Indonesia untuk perpanjangan harus diperoleh sebelumnya.

Iskan menilai selama ini PT Freeport Indonesia telah melanggar UU Minerba terutama pasal 170 tentang kewajiban pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Dalam UU Minerba disebutkan bahwa pemegang Kontrak Karya yang sudah berproduksi diwajibkan membangun pemurnian selambat-lambatnya lima tahun setelah undang-undang ini diundangkan, yaitu tahun 2014.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengungkapkan dalam laporan PT Freeport Indonesia disebutkan bahwa perusahaan yang berinduk di Amerika Serikat itu baru akan membangun pabrik Smelter pada bulan keenam tahun 2016. Namun Iskan meragukan realisasi pemurnian itu akan dirampungkan tahun ini.

“Sedangkan menurut analisa dari Komisi VII dibutuhkan waktu minimal dua tahun (2018) untuk bisa membangun smelter. Jadi, secara logika, Freeport melanggar UU lagi,” tegas Iskan. (ase)